BANDUNG, TEROPONGMEDIA.ID — Fase akhir Ramadan 2025 (1446 Hijriah) merupakan momen kesempatan emas untuk memperkuat ibadah dan meraih keberkahan, terutama dalam mencari Lailatul Qadar, malam yang lebih baik dari seribu bulan.
Sejak matahari terbenam pada Kamis, 20 Maret 2025, yang bertepatan dengan malam ke-21 Ramadan, umat muslim di seluruh dunia telah memasuki sepuluh malam terakhir bulan suci ini.
Momen ini menjadi kesempatan emas untuk memperkuat ibadah dan meraih keberkahan, terutama dalam mencari Lailatul Qadar, malam yang lebih baik dari seribu bulan.
Ramadan, yang dimulai pada Sabtu, 1 Maret 2025, akan segera berakhir. Umat Muslim diingatkan untuk memanfaatkan sisa waktu ini dengan sebaik mungkin, mengingat tidak ada jaminan dapat bertemu kembali dengan Ramadan di tahun berikutnya.
Sepuluh malam terakhir Ramadan, yang berlangsung dari 20 Maret hingga 29 Maret 2025, menjadi waktu istimewa untuk meningkatkan amal ibadah dan merenungkan segala amalan yang telah dilakukan selama bulan suci ini.
Lailatul Qadar: Malam Penuh Keberkahan
Lailatul Qadar, malam yang disebutkan dalam Al-Qur’an sebagai malam yang lebih baik dari seribu bulan, menjadi momen paling dinanti oleh umat Islam.
Keutamaan malam ini tertuang dalam Surat Al-Qadr ayat 1-3, di mana Allah SWT berfirman: “Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Qur’an) pada Lailatul Qadar. Dan tahukah kamu apakah Lailatul Qadar itu? Malam kemuliaan itu lebih baik daripada seribu bulan.”
Rasulullah SAW juga menegaskan pentingnya malam ini dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Aisyah RA: “Carilah Lailatul Qadar pada malam-malam ganjil di sepuluh malam terakhir bulan Ramadan.” (HR. Bukhari & Muslim). Malam Lailatul Qadar dipercaya sebagai waktu yang tepat untuk memohon ampunan dan dikabulkannya doa-doa.
Perkiraan Tanggal Lailatul Qadar 2025
Waktu pasti terjadinya Lailatul Qadar, malam yang lebih baik dari seribu bulan, masih menjadi perdebatan di kalangan ulama. Meskipun mayoritas sepakat bahwa malam mulia ini terjadi pada sepuluh hari terakhir Ramadan, terutama pada malam-malam ganjil (malam ke-21, 23, 25, 27, atau 29), ketidakpastian waktu pastinya diyakini sebagai bagian dari hikmah Allah SWT.
Rasulullah SAW sendiri tidak pernah menyebutkan tanggal atau waktu pasti Lailatul Qadar. Beliau hanya memberikan petunjuk bahwa malam tersebut berada di sepuluh malam terakhir Ramadan dan lebih mungkin terjadi pada malam-malam ganjil. Hal ini mendorong umat Islam untuk lebih giat beribadah dan mencari malam istimewa tersebut.
Syekh Ali Jumah, ulama besar asal Mesir, menjelaskan bahwa ketidakpastian waktu Lailatul Qadar merupakan bentuk kebijaksanaan Allah SWT. “Lailatul Qadar dirahasiakan oleh Allah, sebagaimana Dia menyembunyikan waktu mustajab di hari Jumat dan sejumlah waktu afdhal lainnya,” ujarnya.
Pendapat serupa juga disampaikan oleh para ulama lainnya. Mereka sepakat bahwa ketidakjelasan waktu Lailatul Qadar bertujuan agar umat Islam bersungguh-sungguh dalam beribadah dan mencari malam tersebut. Dengan demikian, pahala yang diperoleh pun akan lebih besar.
Perbedaan Pendapat di Kalangan Ulama
Mengutip artikel Muhammad Nasril, Lc. MA (laman Kemenag RI), para ulama memiliki pandangan yang beragam mengenai tanda-tanda dan waktu Lailatul Qadar. Ibnu Rajab al-Hambali, dalam kitabnya Lathaiful Maarif, menjelaskan sejumlah tanda-tanda malam mulia tersebut. Begitu pula dengan ulama kontemporer seperti Dr. Umar Hasyim, ahli hadits dari Al-Azhar Mesir, yang turut memaparkan ciri-ciri Lailatul Qadar.
Namun, perbedaan pendapat ini justru mengajarkan umat Islam untuk tidak bergantung pada tanda-tanda fisik semata, melainkan fokus pada upaya sungguh-sungguh dalam beribadah. Sebagaimana ditegaskan oleh para ulama, Lailatul Qadar sengaja dirahasiakan oleh Allah SWT untuk menguji keikhlasan dan kesungguhan hamba-Nya.
Ketidakpastian waktu Lailatul Qadar seharusnya menjadi motivasi bagi umat Islam untuk lebih giat beribadah, terutama di sepuluh malam terakhir Ramadan. Dengan memperbanyak shalat, membaca Al-Qur’an, berdzikir, dan berdoa, umat Muslim diharapkan dapat meraih keberkahan malam tersebut.
“Ketidakjelasan waktu Lailatul Qadar adalah ujian bagi kita semua. Mari manfaatkan sepuluh malam terakhir ini dengan sebaik-baiknya,” pesan Syekh Ali Jumah.
Sebagai penutup, para ulama mengingatkan bahwa esensi dari mencari Lailatul Qadar bukanlah pada mengetahui waktunya, tetapi pada upaya untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Dengan demikian, setiap malam di sepuluh hari terakhir Ramadan memiliki nilai yang sama pentingnya untuk diisi dengan amal ibadah.
Berdasarkan sidang isbat yang digelar Kementerian Agama, sepuluh malam terakhir Ramadan 1446 H jatuh pada 20 Maret hingga 29 Maret 2025. Malam Lailatul Qadar diperkirakan terjadi pada malam-malam ganjil, yaitu:
- Malam ke-21: Kamis malam, 20 Maret 2025
- Malam ke-23: Sabtu malam, 22 Maret 2025
- Malam ke-25: Senin malam, 24 Maret 2025
- Malam ke-27: Rabu malam, 26 Maret 2025
- Malam ke-29: Jumat malam, 28 Maret 2025
BACA JUGA
Cerita 1001 Malam: Kisah Abu Nawas Jawab Pertanyaan Aneh Sang Raja
Rezeki Menurut Syekh Abdul Qadir Al-Jailani: Jangan Ragu, Pasti Dijamin Allah!
Tanda-Tanda Lailatul Qadar
Umat Muslim juga perlu mengenali tanda-tanda Lailatul Qadar, di antaranya:
- Udara dan suasana malam terasa tenang dan damai.
- Langit tampak cerah, dengan suhu yang tidak terlalu panas atau dingin.
- Pagi harinya, matahari terbit dengan sinar putih tanpa pancaran yang menyilaukan.
Dengan mengetahui waktu dan tanda-tanda Lailatul Qadar, umat Muslim diharapkan dapat memaksimalkan ibadah di sepuluh malam terakhir Ramadan. Momen ini tidak hanya menjadi kesempatan untuk meraih pahala berlipat, tetapi juga untuk memperbaiki diri dan mendekatkan diri kepada Sang Pencipta.
Ramadan 1446 H akan segera berakhir, namun semangat untuk memperbaiki diri dan meningkatkan ibadah tidak boleh padam. Sepuluh malam terakhir ini menjadi waktu yang tepat untuk merenung, berdoa, dan memohon ampunan.
Semoga setiap umat Muslim dapat meraih keberkahan Lailatul Qadar dan menjadikan Ramadan tahun ini sebagai momentum perubahan menuju kebaikan.
(Aak)