JAKARTA,TEROPONGMEDIA.ID — Mundurnya Airlangga Hartarto secara tiba-tiba dari Ketua Umum (Ketum) Partai Golkar pada 11 Agustus 2024 menjadi perhatian kalangan politik.
Menyikapi hal itu,Pengamat politik Citra Institute Yusak Farchan menilai mundurnya Airlangga Hartato dari kursi Ketum Golkarmemang mengejutkan dan di luar kelaziman. Tradisi di Golkar justru berebut dan mempertahankan posisi Ketua Umum.
“Mundurnya Airlangga mengejutkan dan diluar kezaliman.Apalagi soal tradisi di Golkar justru berebut dan mempertahankan posisi Ketum,” kata Yusak saat dihubungi Teropongmedia.id, Senin (12/8/2024).
Yusak mengatakan,tampaknya memang ada kekuatan besar yang memaksa Airlangga mundur, baik dari eksternal maupun internal.
“Mmemang ada kekuatan besar yang memaksa Airlangga mundur, baik dari eksternal maupun internal,” ujarnya.
Menurut dia,bisa saja Airlangga tersandera dengan kasus hukum lama yang pernah muncul sehingga terjadi kompromi politik.
“Tidak mungkin Airlangga mundur kalau tidak ada tekanan,” ucapnya.
Dia menambahkan bawah ada faksi Jokowi melalui Bahlil sangat berkepentingan dengan kursi Ketua Umum Golkar.
“Pasca lengser, Jokowi dalam keadaan bahaya jika tidak punya kendali partai,” bebernya.
Selain itu, kata dia, Jokowi masih berpeluang menjadi Ketua Umum Golkar dengan cara merevisi AD/ART di Munaslub nanti.
“Kalau hanya menjadi Ketua Dewan Pembina, Jokowi tidak akan bisa powerfull, beda dengan menjadi Ketua Umum,” tegasnya.
BACA JUGA: Penilaian Aburizal Bakrie, Kenapa Airlangga Hartarto Mundur dari Ketum Golkar
Dia menjelaskan,kalau Jokowi Ketua Umum Golkar, posisi Gibran sebagai Wapres juga akan mendapat dukungan politik. Gibran bisa mengimbangi Presiden Prabowo dan Gerindra.
“Jadi bisa saja Bahlil didorong maju sebagai Ketua Umum untuk membuka jalan bagi Jokowi. Jadi dalam konteks mundurnya Airlangga, faksi eksternal (Jokowi) bersekutu dengan faksi di internal Golkar yang menginginkan Airlangga mundur dari Ketua Umum,” tutupnya.
(Agus Irawan/Usk)