BANDUNG, TEROPONGMEDIA.ID — Penetapan tersangka direktur JAK TV, Tian Bahtiar terkait dugaan perintangan penyidikan (obstruction of justice) dalam kasus korupsi Timah dan Importasi gula pada Senin (22/4/20025) dipertanyakan oleh Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI).
“IJTI mempertanyakan penetapan tersangka terhadap insan pers jika dasar utamanya adalah aktivitas pemberitaan atau konten jurnalistik, khususnya yang dikategorikan sebagai berita negatif yang merintangi penyidikan terkait penanganan perkara oleh Kejaksaan,” kata Ketua IJTI Herik Kurniawan, dalam keterangannya, dikutip Rabu (24/4/2025).
Herik mengungkapkan, informasi yang bersifat kritis telah dijamin undang-undang, karena bagian dari kerja pers dan fungsi kontrol.
Menurutnya, Kejagung seharusnya berkoordinasi terlebih dahulu dengan Dewan Pers, jika dasar penetapan tersangka merupakan produk pemberitaan. Sebab hal ini, menurutnya, sesuai UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, penilaian atas suatu karya jurnalistik, termasuk potensi pelanggarannya, merupakan kewenangan Dewan Pers.
Herik mengungkap, IJTI khawatir langkah tersebut justru menjadi preseden berbahaya terhadap kerja-kerja jurnalistik. Ia khawatir kasus serupa bisa disalahgunakan pihak-pihak tertentu untuk menjerat jurnalis atau media yang bersikap kritis terhadap kekuasaan.
“Ini akan menciptakan iklim ketakutan dan menghambat kemerdekaan pers,” katanya.
Sementara, Ikatan Wartawan Hukum (Iwakum) mengingatkan kerja jurnalis dan produk jurnalistik telah diatur secara khusus dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Tian Bahtiar diduga membuat narasi negatif dalam bentuk pemberitaan yang menyudutkan Kejaksaan Agung (Kejagung) saat menangani perkara korupsi timah dan importasi gula.
Ketua Umum Iwakum, Irfan Kamil menyatakan, Iwakum menghormati proses hukum yang dilakukan Kejagung. Namun, Kamil mengingatkan sengketa pers, termasuk produk jurnalistik seharusnya diselesaikan melalui mekanisme Dewan Pers sebagaimana amanat UU Pers.
“Kami menghormati proses penegakan hukum, namun penting untuk diingat bahwa sengketa terhadap karya jurnalistik sepatutnya diselesaikan terlebih dahulu melalui mekanisme yang diatur Dewan Pers, seperti hak jawab, hak koreksi, atau mediasi etik,” kata Kamil dalam keterangan tertulis, Selasa (22/4/).
Menurut Kamil, tindakan pidana semestinya tidak menjadi langkah pertama dalam menyikapi pemberitaan yang dianggap merugikan.
Ia mengatakan, perintangan penyidikan memiliki batasan yang jelas dengan merujuk pada tindakan konkret yang menghambat proses hukum.
Kamil khawatir, penetapan tersangka terhadap jurnalis terkait pemberitaan menjadi preseden buruk dalam kehidupan demokrasi.
“Jika kritik atau opini langsung dianggap menghalangi penyidikan, maka dikhawatirkan dapat menimbulkan efek pembungkaman,” kata Kamil.
Baca Juga:
Dirut JAKTV Terlibat Perintangan Kasus Penyidikan, Sebar Berita Negatif Kejagung
Kejagung: Direktur JAK TV Jadi Tersangka Tak Terkait Pemberitaan
Kamil menambahkan kerja jurnalistik yang dilakukan secara profesional tidak dapat serta-merta dipidana tanpa terlebih dahulu melalui proses uji etik oleh Dewan Pers.
“Pers bekerja dalam kerangka hukum yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, penanganan terhadap produk jurnalistik juga perlu menghormati prosedur yang berlaku,” kata Kamil.
Sebelumnya, Kejagung menetapkan Marcella Santoso dan Junaedi Saibih selaku advokat dan Direktur Televisi swasta Tian Bahtiar, sebagai tersangka atas dugaan perintangan penyidikan maupun penuntutan (obstruction of justice) dalam penanganan perkara Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Ketiga tersangka tersebut ditetapkan Kejagung dalam konferensi pers pada Senin (21/4/2025) dini hari.
(Virdiya/Budis)