JAKARTA,TEROPONGMEDIA.ID – Pemberantasan narkoba di Indonesia memerlukan langkah penegakan hukum yang menyeluruh dan sepenuh hati.
Mantan Kepala BNN (2012-2015), Anang Iskandar, menilai bahwa meskipun hukuman pidana terhadap bandar dan pengedar narkoba sudah berat, langkah-langkah yang diambil untuk memutus jaringan peredaran gelap narkoba masih belum optimal.
Menurut Anang, penegakan hukum yang hanya fokus pada hukuman pidana seperti seumur hidup, denda, atau hukuman mati tidak cukup untuk memberantas kejahatan narkotika.
“Hukuman maksimal bagi pengedar narkoba bukan sekadar hukuman seumur hidup atau denda, tetapi juga harus disertai perampasan aset hasil kejahatan melalui mekanisme Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dengan pembuktian terbalik di pengadilan,” jelas Anang, Selasa (10/12/2024).
Anang juga mengkritik pemberlakuan hukuman mati untuk pengedar narkoba.
“Hukuman mati itu hanya relevan untuk kejahatan terhadap kemanusiaan atau genosida, bukan untuk kejahatan narkotika. Paradigma hukum pidana yang digunakan harus sesuai,” ujarnya.
Ia menegaskan bahwa memaksakan hukuman mati terhadap pengedar narkotika hanya menyelesaikan masalah secara permukaan tanpa memutus mata rantai jaringan bisnis narkoba.
Terkait pernyataan Jaksa Agung yang melarang melimpahkan pengguna narkotika ke pengadilan, Anang mengapresiasi langkah tersebut, tetapi tidak setuju dengan pendekatan restorative justice yang dianggap tidak tepat untuk kasus narkotika.
“Restorative justice itu fokus pada pemulihan hubungan antara korban dan pelaku. Untuk narkotika, yang diperlukan adalah rehabilitative justice, yaitu memulihkan penyalahguna atau pecandu dengan menempatkan mereka di rumah sakit atau lembaga rehabilitasi agar sembuh dan tidak kembali menggunakan narkotika,” paparnya.
BACA JUGA: BNN Gerebek Rumah Produksi Narkoba, RT Setempat: Bukti 2 Ton Ekstasi
Langkah Memutus Jaringan Narkoba
Anang menekankan bahwa keberhasilan pemberantasan narkoba bergantung pada pemutusan jaringan peredaran gelap narkotika. Ia mengajukan dua langkah utama:
- Rehabilitasi Pengguna: Penegakan hukum harus mengikuti UU No. 35 Tahun 2009 dengan memprioritaskan rehabilitasi pengguna narkotika. Penegakan hukum hanya dilakukan jika terpaksa, dengan pendekatan rehabilitatif untuk mewujudkan rehabilitative justice.
- Penerapan TPPU: Memidana pelaku pengedar sekaligus merampas hasil kejahatan mereka melalui mekanisme TPPU. Hasil rampasan tersebut dapat digunakan untuk mendanai rehabilitasi penyalahguna dan pecandu.
“Jika paradigma hukum pidana tetap fokus menghukum pengguna dengan penjara dan pengedar dengan hukuman mati, masalah narkotika tidak akan selesai, malah semakin subur,” tegasnya.
Penegakan hukum yang tepat dan holistik, termasuk rehabilitasi pengguna dan pemberantasan ekonomi jaringan narkoba, adalah kunci untuk menyelamatkan generasi muda Indonesia dari ancaman narkoba.
(Agus/Budis)