JAKARTA,TM.ID: PDIP menyikapi dugaan kecurangan Pemilihan Legislatif (Pileg) 2024 dengan mengajukan gugatan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Anggota Badan Bantuan Hukum dan Advokasi (BBHA) PDIP, Erna Ratnaningsih menyebut, bahwa pihaknya melayangkan 13 gugatan yang diajukan untuk 13 provinsi yang berbeda kepada MK.
“Untuk secara keseluruhan ada 13 kami mengajukan permohonan PHPU. Untuk DPR RI itu 2 ya, Jawa Barat dan Kalimantan Selatan. Yang 11 lagi itu DPRD provinsi,” kata Erna melansir Antara, Selasa (26/3/2024).
BACA JUGA: Daftar Parpol Ajukan Gugatan Pemilu 2024 Beserta Tuntutannya
Provinsi-provinsi yang menjadi subjek dalam gugatan ini meliputi Jawa Barat, Kalimantan Selatan, Sumatera Barat, Jambi, Sumatera Selatan, Riau, Gorontalo, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, Sulawesi Tenggara, Papua, Papua Tengah, dan Papua Selatan. Setiap gugatan mencerminkan keprihatinan serius terhadap integritas proses pemilihan di tingkat provinsi.
Ia juga tak menampik, bahwa PDIP mengalami kecurangan jauh lebih banyak daripada yang dilaporkan kepada MK. Meski begitu, lanjut dia, pihaknya mengalami kesulitan dalam mengumpulkan bukti yang memadai, terutama terkait dengan formulir C1 Plano dan intimidasi terhadap saksi, mereka tetap berkomitmen untuk memperjuangkan keadilan.
“Sehingga ketika kami mengajukan pengajuan ini menurut kami adalah yang terkuat dan juga bukti-bukti dan saksi ini mau untuk bersaksi,” ujar Erna.
Meskipun menghadapi tantangan dan keterbatasan dalam proses hukum, PDIP optimis bahwa bukti yang mereka miliki akan memperkuat kasus mereka di hadapan Mahkamah Konstitusi. Keyakinan ini didasarkan pada keyakinan akan kekuatan bukti yang disertakan dalam gugatan mereka, serta kesediaan saksi untuk memberikan kesaksian yang mendukung.
“Jadi kami yakin kita akan menambah jumlah perolehan suara dengan mengajukan permohonan PHPU ke MK,” pungkasnya.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto menegaskan, pihaknya menyimpan bukti-bukti kuat untuk melaporkan penyimpangan dalam Pileg 2024.
Ia mengklaim, partainya memiliki banyak sanksi untuk dihadirlkan di depan hakim MK. Akan tetapi, MK membatasi jumlah saksi karena penyelesaian sengketa Pemilu 2024 dibatasi maksimal 14 hari.
“Tetapi untuk saksi pilpres di dalam gugatan di MK ini saksinya sudah surplus hanya memang MK membatasi karena waktu penyelesaian sengketa 14 hari,” ujarnya.
(Saepul/