BANDUNG,TEROPONGMEDIA.ID — Menanggapi penghapusan penjurusan IPA, IPS dan Bahasa di SMA sederajat, pakar sekaligus dosen Sosiologi Pendidikan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Airlangga (Unair), Dr Tuti Budirahayu, menyatakan pendapatnya, penghapusan tersebut dapat membawa keuntungan dan tantangan.
Sebelumnya, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) mengeluarkan kebijakan penghapusan sistem penjurusan IPA, IPS dan Bahasa di seluruh sekolah SMA sederajat mulai tahun ajaran 2024/2025.
Hal tersebut merupakan bagian dari implementasi Kurikulum Merdeka yang bertujuan membangun pengetahuan yang relevan dengan minat dan rencana studi siswa tanpa terbatas oleh jurusan.
Tanggapan Pakar dari Universitas Airlangga
1. Menghilangkan Stigma Terhadap Jurusan Tertentu
Dr. Tuti menjelaskan penjurusan di SMA sering kali menimbulkan stigma negatif terhadap siswa, terutama bagi mereka yang memilih jurusan IPS atau Bahasa.
“Siswa di jurusan IPS dan Bahasa sering kali dianggap kurang pintar dibandingkan dengan siswa jurusan IPA,” ujarnya.
Harapan adanya penghapusan penjurusan ini dapat menghilangkan label negatif yang melekat pada jurusan tertentu, serta mengurangi stratifikasi yang tidak adil berdasarkan karakter dan kecerdasan.
2. Pentingnya Kualitas Sekolah yang Merata
Meskipun penjurusan dapat menimbulkan stigma, Dr. Tuti menekankan masalah utama dalam pendidikan adalah kualitas sekolah itu sendiri.
Di sekolah-sekolah dengan standar pendidikan yang baik, siswa dari semua jurusan, termasuk IPS dan Bahasa, memiliki peluang yang sama untuk sukses di perguruan tinggi, asalkan mereka meminati jurusan mereka dan mendapatkan dukungan yang memadai dari sekolah.
3. Diskriminasi dalam Pemilihan Jurusan Kuliah
Menurut Dr. Tuti, masalah utama muncul setelah siswa lulus SMA. Siswa dari jurusan IPA sering kali memiliki lebih banyak kesempatan untuk memasuki berbagai jurusan kuliah, daripada siswa dari jurusan IPS dan Bahasa.
Ia menjelaskan sering kali terdapat diskriminasi terhadap siswa dari jurusan IPS dan Bahasa, yang dianggap kurang mampu dalam bidang logika atau matematika. Akibatnya, mereka sering kali berada pada strata yang lebih rendah daripada siswa dari jurusan IPA.
4. Kebutuhan untuk Pemahaman Bersama antara Orangtua dan Sekolah
Dr. Tuti menggarisbawahi pentingnya implementasi kebijakan yang matang agar kebijakan penghapusan penjurusan berjalan dengan efektif. Ia mengingatkan bahwa semua pihak, termasuk sekolah, pemerintah, siswa, dan orangtua, perlu bekerja sama dan saling memahami.
“Sepengamatan saya tentang sistem pendidikan dan pembelajaran Kurikulum Merdeka, guru cenderung mendapat beban lebih berat. Sebaliknya, orangtua masih minim pengetahuan tentang kebijakan-kebijakan pendidikan baru di era Menteri Nadiem Makarim,” terangnya.
BACA JUGA: Cerminkan Ketidakadilan, Jurusan IPA, IPS dan Bahasa di SMA Diberangus!
Sehingga, ia berharap kebijakan penghapusan penjurusan di SMA sederajat yang dikeluarkan oleh Kemendikbu Ristek dilakukan dengan persiapan yang matang.
Hal demikian agar implementasinya dapat memajukan pendidikan Indonesia.
(Virdiya/Budis)