BANDUNG, TEROPONGMEDIA.ID — Akhir-akhir ini Tangerang sedang dihebohkan dengan adanya Pagar Laut Ilegal yang dipasang. Pemasangan ini menghambat para nelayan untuk pergi ke Laut dan membudidayakan ikan.
Kasus ini membuka mata publik tentang lemahnya pengawasan pemerintah terhadap tata kelola wilayah pesisir dan laut di Indonesia, tindakan ini tidak hanya tentang tanggung jawab dari pihak-pihak yang mengizinkan pagar laut ilegal ini dipasang, tapi juga menunjukkan ketidakberesan dalam penerbitan Hak Guna Bangunan (HGB) atas lahan di wilayah perairan.
Pemasangan pagar sepanjang 30 kilometer tentunya mengejutkan para masyarakat, karena bagaimana pagar tersebut bisa berdiri begitu lama tanpa ada tindakan apapun dari pihak berwenang.
Pemerintah dan instansi tampaknya tidak memiliki komunikasi dan koordinasi yang baik dalam mengawasi penggunaan wilayah pesisir, masalahnya wilayah perairan merupakan sumber kehidupan bagi banyak masyarakat, terutama nelayan yang penghasilannya hanya tangkapan dari laut. Dengan adanya pagar laut ilegal yang terpasang membuat para nelayan harus menempuh jarak yang jauh untuk mencari ikan, mengakibatkan peningkatan biaya operasional yang meningkat dibandingkan sebelumnya dan mengurangi pendapatan mereka.
“Kita memberikan sanksi berat pembebasan dan penghentian dari jabatannya pada mereka yang terlibat kepada enam pegawai dan sanksi berat kepada dua pegawai,” kata Nusron dalam rapat Komisi II DPR di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (30/1).
Pernyataan ini menandakan sudah adanya tindakan yang dilakukan untuk pencabutan pagar laut ilegal yang dipasang, setelah pagar laut yang terpasang dari pihak pemerintah harus mengevaluasi menyeluruh terhadap mekanisme pemberian izin lahan di wilayah pesisir, agar tidak terjadi kejadian yang seperti ini lagi, dan mengusut tuntas siapa saja yang terlibat dalam kasus ini, termasuk apakah ada unsur korupsi atau penyalahgunaan wewenang dalam penerbitan sertifikat lahan.
Pemerintah juga harus memperbaiki regulasi terkait pemanfaatan wilayah pesisir dan laut. Karena masih banyak celah hukum yang memungkinkan eksploitasi sumber daya laut tanpa memperhitungkan dampak kedepannya untuk masyarakat sekitar. Jika tidak segera diperbaiki, bukan tidak mungkin kasus serupa akan terjadi lagi di daerah lain yang mengakibatkan merugikan lebih banyak nelayan dan merusak keseimbangan ekosistem laut yang ada.
BACA JUGA:
Polemik Pagar Laut, Kades Kohod Dihantui Denda Rp48 Miliar!
Kejagung Serahkan Kasus Pagar Laut Tangerang ke Bareskrim Polri
Kasus pagar laut ini harus menjadi peringatan keras bagi pemerintah dan masyarakat. Tata kelola sumber daya alam di Indonesia saat ini masih memiliki banyak masalah. Jika ingin melindungi kepentingan rakyat kecil, maka hal yang harus dilakukan oleh pemerintah harus bertindak lebih tegas dalam menegakkan aturan dan memastikan bahwa pengelolaan wilayah pesisir dilakukan dengan prinsip keadilan dan keberlanjutan dengan baik dan benar. Jangan sampai, demi kepentingan sepihak, membuat para nelayan kesusahan untuk mencari nafkah atau justru malah dirampas haknya oleh pihak-pihak yang seharusnya tidak mengambil hak tersebut.
Kasus pagar laut ilegal yang terjadi di Tangerang bukan hanya tentang penguasaan lahan secara ilegal, tetapi juga tentang keadilan sosial dan keberlanjutan lingkungan. Jika pemerintah tidak segera memperbaiki dan juga mengevaluasi, maka permasalahan seperti ini mungkin akan terulang yang akhirnya akan memperburuk ketimpangan ekonomi dan semakin menyulitkan masyarakat yang hidupnya sangat bergantung pada sumber daya alam.
Oleh karena itu, diperlukan komitmen yang lebih kuat dari pemerintah dalam menegakkan hukum, dan memastikan bahwa kebijakan pengelolaan wilayah pesisir benar-benar berpihak kepada masyarakat. Dengan begitu, kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dapat dipulihkan, dan kesejahteraan nelayan serta ekosistem laut dapat terjaga untuk generasi mendatang.
Penulis:
Haniyyah Nafisah dari program studi Komunikasi Digital dan Media
Sekolah Vokasi IPB University angkatan 60