JAKARTA,TM.ID: Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyampaikan, stabilitas jasa keuangan nasional terjaga dengan dukungan permodalan yang kuat , likuiditas yang memadai, dan profil risiko yang terjaga sehingga mampu menghadapi potensi perlambatan pertumbuhan ekonomi global.
Arah kebijakan OJK 2024 disampaikan saat pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan (PTIJK) yang digelar di Jakarta, Selasa (20/02/2024). Hadir pula Presiden Joko Widodo (Jokowi). OJK turut meluncurkan Taksonomi untuk Keuangan Berkelanjutan Indonesia (TKBI).
Jokowi mengapresiasi OJK yang mengandeng kerja sama seluruh pihak dalam memajukan dan mewujudkan resiliensi industri jasa keuangan Indonesia.
Ia mengatakan, sekuritas keuangan tersebut agar terus belajar dari krisis keuangan di masa lalu dan agar tetap waspada dalam menjaga industri jasa keuangan dan perekonomian, terus meningkatkan tingkat literasi dan inklusi keuangan serta dukungan terhadap pembiayaan UMKM dan keuangan berkelanjutan.
“Saya mengapresiasi penyempurnaan taknonomi berkelanjutan Indonesia yang diluncurkan tadi oleh Ketua OJK sehingga inisiatif keuangan hijau bisa menyeimbangkan aspek ekonomi, lingkungan dan inklusivitas. Terima kasih atas dedikasi Bapak/Ibu dan kerja keras OJK dalam memajukan sektor keuangan,” kata Jokowi dalam siaran pers OJK, dikutip Rabu (21/02/2024).
OJK menilai terkait dengan kondisi ketidakpastian perekonomian global saat ini. Meskipun terdapat tanda-tanda penurunan ketidakpastian, terjadi divergensi pemulihan ekonomi di berbagai negara. Dalam analisis ini, akan menjelajahi indikator perekonomian, perubahan suku bunga, dan faktor-faktor geopolitik yang dapat memengaruhi pasar keuangan global.
Pertumbuhan ekonomi secara umum termoderasi di beberapa negara, terutama di Uni Eropa dan Tiongkok. Perlambatan pertumbuhan itu berdampak pada penurunan inflasi mendekati target, memberikan ruang bagi kebijakan bank sentral untuk menjadi lebih akomodatif. Dalam konteks ini, Bank Sentral Amerika Serikat, The Fed, telah mengisyaratkan potensi penurunan suku bunga kebijakan sebesar 75 bps pada tahun 2024. Meski demikian, pasar tetap menilai bahwa ekonomi AS masih cukup tangguh dan tidak akan mengalami resesi.
Meski prospek ekonomi AS terlihat positif, pasar masih memperhatikan perkembangan geopolitik di masa mendatang. Eskalasi ketegangan di Laut Merah sebagai dampak dari konflik Timur Tengah, serta penyelenggaraan pemilihan umum sepanjang tahun 2024, menjadi fokus utama. Pemilihan umum melibatkan negara-negara kunci seperti AS, Uni Eropa, India, dan Taiwan, serta pemulihan ekonomi Tiongkok. Faktor-faktor ini memiliki potensi untuk mempengaruhi stabilitas ekonomi global.
Secara umum, sentimen di pasar keuangan global cenderung positif sejak Desember 2023. Ekspektasi penurunan suku bunga Fed Funds Rate (FFR) dan prediksi soft landing di AS menjadi pendorong utama. Aliran dana masuk ke Pasar Berkembang (Emerging Markets/EM) meningkat, menjadi penopang kuat bagi penguatan pasar keuangan global, termasuk di Indonesia. Volatilitas di pasar saham, surat utang, dan nilai tukar juga menunjukkan tren penurunan.
Di tingkat domestik, indikator-indikator utama perekonomian nasional masih menunjukkan performa positif. Neraca perdagangan surplus dan Indeks Manufaktur (PMI) yang masih dalam fase ekspansi menjadi indikator kuat. Tingkat inflasi yang terjaga rendah pada tahun 2023, berada di level 2,61 persen year-on-year (yoy). Namun, tantangan terus muncul seiring dengan penurunan inflasi inti, penurunan optimisme konsumen, dan perlambatan pertumbuhan penjualan ritel dan kendaraan bermotor.
(Saepul/Usk)