BANDUNG, TEROPONGMEDIA.ID — Gunung Lewotobi Laki-laki di Flores Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT), menunjukkan kekuatannya dengan letusan dahsyat pada Senin (4/11/2024) dini hari.
Tragedi ini menewaskan 10 orang, melukai puluhan lainnya, dan menghanguskan sejumlah bangunan akibat hujan material vulkanik.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat tujuh desa terdampak erupsi, enam di Kecamatan Wulanggitang (Desa Pululera, Nawokote, Hokeng Jaya, Klatanlo, Boru, dan Boru Kedang) dan satu di Kecamatan Ile Bura (Desa Dulipali).
Erupsi juga memaksa empat bandara di Pulau Flores untuk sementara waktu ditutup, yaitu Bandara H Hasan Aroeboesman (Ende), Bandara Soa Bajawa, Bandara Gewayantana Larantuka, dan Bandara Frans Seda Maumere (Sikka).
Gunung Lewotobi, yang terkena lsebagai gunung kembar, memiliki dua puncak dengan ketinggian berbeda Gunung Lewotobi Laki-laki (1584 mdpl) dan Gunung Lewotobi Perempuan (1703 mdpl). Keduanya dipisahkan oleh jarak sekitar 2 km.
Masyarakat sekitar menamai kedua gunung ini berdasarkan legenda yang turun temurun.
Mitos Gunung Lewotobi
Konon, Gunung Lewotobi memiliki nama asli Ile Bele, yang berarti Gunung Besar. Ile Bele diyakini sebagai nenek moyang Gunung kembar Laki-laki dan Perempuan.
Tobias Lewotobi Puka, tuan tanah Suku Paka sekaligus pemilik gunung kembar ini, menceritakan bahwa Ile Bele berasal dari dua suku.
Ile Bele sendiri terdiri dari Ile Lake (Lewotobi Laki-laki) dan Ile Wae (Lewotobi Perempuan).
Dahulu kala, dua pasang suami istri, Puka dan Tobi, hidup berdampingan. Mereka membuat kesepakatan: jika anak perempuan yang lahir, status suku Puka akan menjadi Mame (Om/Paman) bagi Tobi, dan jika anak laki-laki yang lahir, Puka akan menjadi Opu (Ipar) bagi Tobi. Sebaliknya, jika Tobi mendapatkan anak laki-laki, Tobi akan menjadi Opu, dan Puka akan menjadi Mame.
Saat melahirkan, Tobi dan istrinya mendapatkan anak perempuan. Puka pun menjadi Mame bagi mereka. Puka memiliki kebiasaan membuat gunung dari pasir dan batu, tetapi usahanya selalu gagal karena runtuh.
Suku Tobi, yang menjadi Mame, datang membantu dan memasang tempurung tepat di puncak dua gunung buatan Puka. Sejak saat itu, kedua gunung tersebut dinamakan Lewotobi.
Puncak yang saat ini mengalami erupsi adalah puncak yang dulunya ditutup oleh Suku Tobi. Suku Tobi kemudian pindah ke Nawokote setelah kekuatan beralih ke Suku Mukin. Kawasan Gunung kembar ini jatuh ke tangan Suku Puka, tetapi mereka tetap menghormati Suku Tobi.
BACA JUGA : Romo Martinus Pilih Tidak Mengungsi Pasca Erupsi Gunung Lewotobi Laki-Laki
Penghormatan Suku Puka terhadap Tobi masih dijaga hingga kini dalam ritus adat. Saat gunung besar ini bereaksi, Suku Puka, sebagai pemilik gunung dari garis keturunan laki-laki, wajib menggelar ritual Tuba Ile.
Dalam ritual ini, enam suku (Puka, Tobi, Kwuta, Wolo, Noba, dan Tapun) akan membawa sesajen dan dikurbankan ke Gunung kembar Ile Bele.
Letusan Gunung Laki-laki ini mengingatkan pada kekuatan alam yang luar biasa dan pentingnya menghormati tradisi dan legenda yang diwariskan oleh leluhur.
(Hafidah Rismayanti/Aak)