BANDUNG, TEROPONGMEDIA.ID — Anggota Komisi IX DPR RI Nurhadi menyambut baik pemanfaatan minyak jelantah dari program Makan Bergizi Gratis (MBG) untuk dijual sebagai bahan bioavtur karena merupakan salah satu dukungan terhadap ekonomi hijau.
Namun, ia mengingatkan, hasil dari penjualan minyak jelantah MBG itu harus dilakukan secara transparan.
“Harus jelas, hasil penjualannya ke mana? Apakah dimasukkan sebagai tambahan pemasukan untuk SPPG? Kalau iya, uang itu digunakan untuk apa? Jangan sampai menimbulkan celah penyalahgunaan,” kata Nurhadi dalam siaran pers, Jumat (27/6/2025).
Ia mengingatkan agar pemerintah menjamin kejelasan alur dan tujuan dari hasil penjualan minyak jelantah tersebut.
Dia juga mewanti-wanti agar minyak jelantah bekas MBG tidak digunakan kembali untuk konsumsi masyarakat. Sebab Nurhadi, hal itu sama saja dengan memperlakukan masyarakat rentan sebagai sasaran limbah pangan.
“Bantuan pangan bukan tempat uji coba limbah. Masyarakat kurang mampu juga berhak atas pangan yang aman dan bermartabat. Minyak jelantah tak layak dijadikan bantuan, meski murah,” katanya.
Ia menyebutkan, langkah penjualan minyak jelantah sejatinya bagus untuk mendukung gerakan keberlanjutan dan ekonomi hijau. Sebab, dengan dijual menjadi bioavtur, ada manfaat baru yang dirasakan dari minyak jelantah yang sudah digunakan.
“Jadi ya kita dukung, dan kita harus fair, kalau memang programnya baik, ya kita apresiasi. Tapi kalau ada catatan, tentu harus dievaluasi,” kata Nurhadi.
Baca Juga:
MBG Tangsel Bahan Mentah Viral, BGN Klarifikasi Begini
Gandeng China di Program MBG, Kadin Bakal Targetkan 1.000 SPPG
Di sisi lain, ia mendorong untuk membuat program khusus terkait pengelolaan limbah dari program MBG. Menurutnya, MBG adalah program berskala nasional yang kegiatannya berlangsung setiap hari, sehingga berpotensi menghasilkan limbah dalam jumlah besar dan beragam.
“Limbah dari dapur MBG itu bukan hanya minyak jelantah. Ada juga sisa makanan, sayur-sayuran yang bisa dijadikan pupuk, sampai sampah plastik dan non-organik yang tak terurai,” katanya.
Sebelumnya diberitakan, Badan Gizi Nasional (BGN) menyebut minyak jelantah dapat ditampung untuk dijual atau diekspor ke pihak-pihak yang membutuhkan bioavtur.
Sebab diketahui, Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) rata-rata menggunakan 800 liter minyak goreng untuk memasak MBG setiap bulan.
Dari 800 liter tersebut, sebanyak 550 liter atau 71 persen di antaranya menjadi jelantah. Menurut BGN, minyak jelantah hasil program MBG dapat dijual kembali untuk bioavtur dengan harga Rp 7.000 per liter.
(Anisa Kholifatul Jannah)