BANDUNG, TEROPONGMEDIA.ID — Limbah rumah tangga seperti minyak jelantah bisa mengantarkan seorang mahasiswa menuju panggung inovasi tingkat internasional. Hal ini dibuktikan oleh mahasiswa Program Studi Sistem Informasi, Fakultas Sains dan Teknologi (FST) Universitas Airlangga (Unair), Mochammad Afzal Iftikharus Sadat Ramadhan.
Afzal, sapaan akrabnya, terpilih sebagai delegasi dalam ajang Global Youth Innovation Summit yang digelar di Singapura dan Malaysia. Tak hanya menjadi peserta, Afzal bersama timnya berhasil menyabet Juara 2 (2nd Place) dalam kategori SDGs Project Video dengan fokus pada isu lingkungan.
Karya inovatif mereka berjudul “Oil Chemy”, sebuah prototipe alat penampung minyak jelantah yang dilengkapi sistem barcode untuk menukarkan poin sebagai bentuk insentif.
“Kalau ada kesempatan, kenapa tidak dicoba? Banyak orang terlalu takut gagal, padahal mencoba adalah langkah awal menuju perubahan,” ujar Afzal, melansir laman kemdiktisaintek.
Minyak Jelantah Jadi Inovasi Berkelanjutan
Gagasan “Oil Chemy” tercetus dari keprihatinan terhadap tingginya volume limbah minyak goreng bekas di kota-kota besar, khususnya Jakarta. Menurut Afzal, hingga kini belum ada sistem nasional yang benar-benar efektif dalam mengelola dan mendaur ulang minyak jelantah.
Prototipe buatannya bukan hanya berfungsi sebagai tempat penampungan, tetapi juga terintegrasi dengan teknologi sederhana seperti QR Code yang dapat memuat sistem poin untuk pengguna. Tak berhenti di situ, rancangan tersebut disusun dalam format Business Model Canvas, lengkap dengan skema pengolahan ulang minyak menjadi sabun dan pengharum ruangan ramah lingkungan.
Kolaborasi Antar Generasi, Tantangan Sekaligus Pembelajaran
Dalam prosesnya, Afzal bekerja dalam tim lintas generasi yang terdiri dari lima anggota, termasuk siswa SMA yang belum akrab dengan konsep Sustainable Development Goals (SDGs). Tantangan komunikasi tersebut justru menjadi pelajaran berharga bagi Afzal.
“Saya harus belajar menjelaskan ulang konsep-konsep yang biasa digunakan di perkuliahan dengan cara yang lebih mudah dipahami. Ini bukan sekadar lomba, tapi proses pembelajaran dua arah,” ujarnya.
Ia mengaku banyak belajar mengenai komunikasi lintas usia dan cara menyederhanakan ide-ide kompleks agar bisa dimengerti semua kalangan.
Tak hanya membawa pulang penghargaan, Afzal juga berhasil masuk dalam jajaran Top 10 Special Partial Funded Delegate, sebuah bentuk apresiasi terhadap dedikasi dan ide briliannya.
Baca Juga:
Shredtics, Inovasi Mahasiswa UM: Alat Cacah Plastik Portabel Ramah Lingkungan
Aromatic Book: Inovasi Mahasiswa UGM yang Gabungkan Aroma dan Buku untuk Tingkatkan Daya Ingat
Sebagai peserta yang baru pertama kali mengikuti ajang internasional, Afzal menekankan pentingnya keberanian untuk keluar dari zona nyaman. Ia belajar banyak keterampilan secara langsung, mulai dari presentasi, public speaking, hingga desain visual untuk menyampaikan ide secara efektif.
“Pengalaman ini bukan hanya soal menang, tapi bagaimana saya membentuk diri agar lebih siap menghadapi tantangan global di masa depan,” tutup Afzal.
(Virdiya/_Usk)