BANDUNG, TEROPONGMEDIA.ID — Penetapan sopir truk berinisial R (43) sebagai tersangka tabrakan beruntun di Kilometer 92 Tol Cikampek-Purwakarta-Padalarang (Cipularang), menuai kritik masyarakat, terutama sesama sopir. Kelalaian sopir dinilai bukan penyebab tunggal kecelakaan tersebut.
“Karena, mereka (sopir truk) tidak memiliki payung hukum yang jelas. Hukum tidak berpihak kepada mereka. Mereka hanya dijadikan pelengkap penderita di dalam kemelut dan karut-marut angkutan logistik ini,” kata Pakar Tranportasi Djoko Setijowarno, Minggu, (17/11/2024).
Pemerintah dan aparat penegak hukum diminta jangan hanya menyalahkan sopir karena melakukan kelalaian atau mengemudi secara ugal-ugalan. Menurutnya, perilaku mereka merupakan dampak dari aturan pemerintah yang tidak jelas dan penegakannya yang tidak tegas.
Kesiapan sopir angkutan barang atau logistik di Indonesia juga sering kali tidak diperhatikan oleh pihak perusahaan yang mempekerjakannya. Kecelakaan yang terjadi biasanya akibat perusahaan tidak mempersiapkan sopir dan kendaraannya sebelum berangkat.
Perlindungan Para Sopir
Sebagai Wakil Ketua Pemberdayaan dan Penguatan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat, Djoko mendorong pemerintah melindungi para sopir. Perlindungan itu terutama dalam aspek hukum yang mengatur hak dan kewajiban para sopir di Indonesia.
“Kewajiban pengemudi sebelum berangkat (yakni) yakin dirinya sehat, yakin mobilnya laik, yakin dirinya menguasai teknologi kendaraan yang akan dibawa, dan yakin kemampuannya mengatasi risiko rute. Serta, muatan dijamin tak ada risiko laka. Keyakinan tersebut wajib distandarisasi perusahaan,” tuturnya.
Selanjutnya, aturan itu harus dijadikan mandatori melalui Sistem Manajemen Keselamatan Perusahaan Angkutan. Di dalamnya berisi prosedur sebelum keberangkatan di antaranya pengecekan kendaraan dan pengecekan pengemudi.
Penurunan Jumlah Sopir
Akibat banyak sopir yang dijadikan tersangka dalam kasus kecelakaan lalu lintas, banyak sopir truk yang memilih berhenti atau beralih profesi. Melansir Asosiasi Sopir Truk Indonesia, Djoko menyebut jumlah sopir truk saat ini lebih sedikit daripada armada truk yang ada.
“Karena, sopir truk itu tidak menjanjikan kesejahteraan, tidak ada jaminan hidup bahkan terkesan sudah kecelakaan dijadikan tersangka. Risikonya besar, gaji tidak seberapa. Memang ada perusahaan yang menggaji besar tapi itu bisa dihitung jari,” katanya.
Penurunan jumlah sopir angkutan logistik khawatir dapat berdampak besar terhadap perekonomian nasional apabila tidak segera diatasi. Selama ini, sopir diakui sebagai ujung tombak distribusi logistik di Indonesia karena 90 persen menggunakan jalur darat.
Sebaliknya, penataan yang tepat justru akan membuka lapangan pekerjaan yang signifikan menurunkan tingkat pengangguran. Bahkan, pemerintah seharusnya menyediakan sekolah khusus untuk menghasilkan sopir yang profesional dengan standar pendapatan sepadan.
Truk trailer mengalami kerusakan setelah terlibat tabrakan beruntun di Kilometer 92 Tol Cipularang, Senin, (11/11/2024). Polisi menetapkan sopir truk sebagai tersangka penyebab kecelakaan itu.
Sebelumnya, polisi menetapkan sopir truk trailer sebagai tersangka kasus tabrakan beruntun yang melibatkan 17 kendaraan pada Senin, 11 November 2024 pekan lalu. Berdasarkan hasil penyelidikan, kecelakaan diduga akibat kelalaian sopir truk.
BACA JUGA: Supir Truk Tabrakan Beruntun di Cipularang Ditetapkan Jadi Tersangka
Dalam konferensi pers pada Jumat, 15 November 2024 malam lalu, polisi menjelaskan hasil penyelidikannya. Direktur Lalu Lintas Polisi Daerah Jawa Barat Komisaris Besar Ruminio Ardano menyebut tersangka mengabaikan lima rambu-rambu yang dilewati kendaraan sebelum lokasi kecelakaan.
Kecelakaan tersebut menimbulkan korban sebanyak 30 orang yang terdiri dari seorang meninggal dunia, empat orang luka berat dan 25 lainnya luka ringan. Atas kelalaiannya, sopir truk terancam hukuman penjara paling lama 12 tahun atau denda maksimum Rp24.000.000.
(Kaje/Budis)