INDRAMAYU, TEROPONGMEDIA.ID — Suasana sakral menyelimuti Desa Larangan, Kecamatan Lohbener, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat pada Rabu (21/5/2025), ketika para perangkat desa dengan khidmat mengawal “pengantin padi” menuju balai desa dalam tradisi Mapag Sri.
Ritual kuno masyarakat agraris Jawa Barat ini digelar sebagai wujud syukur atas panen yang melimpah. Dua ikatan padi terpilih yang disebut “pengantin” diarak layaknya mempelai manusia.
Dibungkus kain mori putih dan dihiasi janur kuning, bulir-bulir emas itu diusung dengan penuh hormat mewakili hasil bumi yang menjadi nafkah warga.
Tradisi Mapag Sri di Tanah Indramayu
Di tengah gemerisik bulir padi yang menguning, masyarakat agraris Indramayu menyelenggarakan Mapag Sri, sebuah tradisi turun-temurun sebagai wujud syukur atas panen yang melimpah.
Mengutip laman resmi Pemkab Indramayu, secara harfiah, Mapag Sri berarti “menjemput padi”, di mana “mapag” berarti menjemput dan “sri” merujuk pada Dewi Sri sebagai personifikasi padi dalam kepercayaan lokal.
Tradisi ini bukan sekadar perayaan biasa, melainkan sebuah ritual sakral yang penuh makna. Pelaksanaannya yang tidak selalu tahunan justru menunjukkan kesungguhan.
Mapag Sri hanya dilaksanakan ketika hasil panen benar-benar memuaskan dan kondisi memungkinkan. Faktor keamanan dan kegagalan panen bisa menjadi alasan pembatalan upacara ini.
Prosesinya dimulai dengan rempugan (musyawarah) antara kepala desa, sesepuh, dan pemuka masyarakat. Mereka berdiskusi menentukan hari baik sekaligus menggalang dana secara gotong royong.
Besaran kontribusi disesuaikan dengan kemampuan warga, menunjukkan prinsip kebersamaan yang kental.
Menariknya, Mapag Sri menempati posisi penutup dalam trilogi upacara pertanian tradisional. Diawali Sedekah Bumi sebagai permohonan kesuburan, dilanjutkan Baritan untuk memohon perlindungan, dan puncaknya adalah Mapag Sri sebagai ungkapan syukur.
BACA JUGA
Tarian Tarawangsa yang Mistis, Senantiasa Iringi Ritual Ngalaksa di Rancakalong Sumedang
Panitia yang sama seringkali bertugas mengorganisir rangkaian upacara ini, menunjukkan kesinambungan yang harmonis.
Di balik kemeriahannya, Mapag Sri menyimpan filosofi mendalam tentang relasi manusia dengan alam dan Sang Pencipta.
Tradisi ini bukan sekadar warisan budaya, melainkan cerminan kearifan lokal yang tetap relevan di tengah modernisasi.
(Aak)