BANDUNG, TEROPONGMEDIA.ID — Maraknya kasus pelecehan seksual yang dilakukan peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) kini tengah menghebohkan publik.
Terbaru, publik dikejutkan dengan kasus dugaan pelecehan seksual yang dilakukan oleh oknum peserta PPDS Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia (FKG UI).
Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin menilai maraknya kasus pelecehan seksual oleh dokter sangat memprihatinkan.
“Untuk itu, kami merasa harus ada perbaikan yang serius, sistematis dan konkret bagi PPDS,” kata Budi Gunadi Sadikin dalam konferensi pers Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Senin (21/4/2025).
Menurut Budi, pemerintah perlu membentuk budaya yang baik bagi para peserta PPDS agar dapat meningkatkan pelayanan untuk masyarakat.
Beberapa hal yang harus dilakukan, yaitu mewajibkan calon peserta PPDS untuk mengikuti tes psikologis.
Hal tersebut dilakukan untuk mengetahui kondisi kejiwaan para calon peserta, sehingga nantinya bisa melayani masyarakat dengan sebaik-baiknya.
Kedua, ia menekankan transparansi proses rekrutmen para calon peserta PPDS.
“Transparansi dari proses rekrutmen ini dilakukan dengan baik, sehingga tidak ada lagi preferensi-preferensi khusus yang mengakibatkan kita akan salah pilih dari peserta PPDS ini,” tegasnya.
Kemudian, ia juga melihat pentingnya melibatkan putra-putri daerah sebagai calon peserta PPDS untuk memenuhi kebutuhan tenaga medis di daerah-daerah.
“Karena kita sudah hampir 80 tahun merdeka, distribusi dokter spesialis ini selalu bermasalah, sehingga perlu sekali afirmasi bagi putra-putri daerah untuk mengisi formasi dokter-dokter spesialis yang banyak sekali kosong di kota-kota di luar Jawa,” tuturnya.
Selanjutnya, Menkes Budi mengaku banyak mendengar bahwa pendidikan PPDS di rumah sakit tidak dilakukan langsung oleh konsulen, melainkan senior.
Menurutnya, hal ini tidak benar-benar memberikan kualitas yang diharapkan, baik dari sisi keterampilan maupun budaya kerjanya.
“Ini yang kita lihat perlu perbaikan dan itu harus disertai juga dengan log book digital, bahwa benar-benar konsulennya lah yang mengajar dokter-dokter muda ini, bukan seniornya,” tegasnya.
Menkes Budi juga mengimbau agar skrining psikologis dilakukan rutin setiap enam bulan sekali untuk memastikan bahwa kondisi kejiwaan para peserta PPDS bisa dimonitor.
Hal ini guna mencegah terjadinya kembali pelanggaran-pelanggaran etik yang dilakukan oleh tenaga medis, termasuk dugaan pelecehan seksual oleh peserta PPDS.
Lebih lanjut, ia juga meminta agar disiplin kerja terhadap para peserta PPDS dilakukan setiap hari. Meski demikian, ia menganggap bahwa jam kerja para peserta PPDS yang kerap kali overtime adalah berlebihan.
Oleh karena itu, Menkes Budi meminta agar seluruh rumah sakit di bawah Kemenkes dapat mematuhi aturan-aturan jam kerja para peserta PPDS sesuai dengan standar global yang telah ada.
“Kalau pun mereka harus bekerja overtime dalam satu hari, berikutnya harus libur. Karena beban kerja yang sangat tinggi, apabila dilakukan terus-menerus akan sangat menekan kondisi psikologis peserta didik,” ujarnya.
Kelima, Menkes Budi meminta adanya jaminan keamanan dan pengawasan bagi seluruh peserta PPDS di seluruh rumah sakit Kemenkes.
Ia mengaku sering kali mendengar bahwa para peserta PPDS diminta untuk mengerjakan pekerjaan di luar tugas pokok mereka.
BACA JUGA:
Marak Kasus Pelecehan Seksual, Calon Dokter Bakal Ada Tes Kejiwaan
Sikapi Kasus Pemerkosaan oleh Oknum Dokter PPDS Unpad, BPOM Revisi Aturan Obat Bius
Selain itu, Menkes Budi juga memerhatikan tekanan finansial yang harus dihadapi oleh para peserta PPDS.
Karenanya, ia berkomitmen agar mengkaji ulang peraturan PPDS di Indonesia dengan mengacu pada pendidikan PPDS di luar negeri.
Karena itu, para peserta PPDS akan diberikan surat izin praktik (SIP) sebagai dokter umum agar tetap dapat melakukan praktik dan menghasilkan uang.
“Diharapkan dengan demikian, tekanan finansial yang luar biasa besar yang dialami peserta PPDS ini bisa kita kurangi,” ucapanya.
(Kaje)