BANDUNG,TEROPONGMEDIA.ID — Indonesia, dengan ragam budayanya, menyimpan segudang cerita rakyat dan mitos.
Salah satunya adalah kisah Lulun Samak, hantu lokal yang dipercaya menghuni sungai-sungai di tanah Sunda.
Lulun Samak digambarkan sebagai hantu yang menyamar menjadi alas tikar mengambang di permukaan air.
Masyarakat Sunda percaya bahwa tikar yang mengambang di sungai bukanlah tikar biasa, melainkan wujud Lulun Samak. Siapapun yang berani mengambilnya akan tersedot dan tenggelam terbawa arus.
Tak hanya itu, Lulun Samak juga diyakini menghisap darah orang yang melintas dengan perahu atau berenang. Setelah korbannya tewas, barulah hantu tersebut melepaskannya kembali.
Secara fisik, hantu tikar terlihat tenang di atas permukaan air, namun di bagian bawahnya terkadang terlihat bergulung. Lulun Samak juga dipercaya dapat berubah bentuk menjadi semacam labi-labi yang hidup di perairan tersebut.
Asal Usul Lulun Samak
Salah satu legenda yang cukup terkenal tentang asal usul Lulun Samak adalah cerita tentang seorang guru yang tergila-gila pada janda yang menjadi ibu dari muridnya.
Guru tersebut ingin memiliki janda itu dan memilih jalan pintas dengan meminta anaknya membawakan rambut milik ibunya.
Ibu si anak mengetahui niat buruk guru tersebut, lantas ia memberikan rambut dari ekor kerbau untuk diberikan padanya. Setelah mendapatkan rambut tersebut, guru itu langsung mengirim jampi-jampi.
Namun, bukan pujaan hatinya yang datang, melainkan seekor kerbau. Kerbau itu terus mengikuti si pria hingga ke pinggir sungai. Pria itu pun terjatuh ke sungai dan digulung oleh kulit kerbau yang mengejarnya. Ia pun berubah menjadi hantu tikar yang siap menerkam korbannya.
BACA JUGA : Mitos Ba Arak Naga Tradisi Unik di Hulu Sungai Tengah Banjar
Keberadaan Lulun Samak
Meskipun cerita tentang Lulun Samak masih beredar di masyarakat, keberadaannya kini sudah mulai pudar. Namun, mitos ini tetap hidup dalam ingatan masyarakat Sunda dan menjadi bagian dari kearifan lokal yang mengingatkan akan pentingnya menghormati alam dan makhluk halus yang mendiaminya.
(Hafidah Rismayanti/Budis)