BANDUNG, TEROPONGMEDIA.ID — Longser adalah salah satu seni pertunjukan yang pada masanya menjadi obyek hiburan paling digandrungi masyarakat di tatar Sunda.
Ateng Japar sang Pelestari Longser
Mengutip Ejournal UPI, Apriliani Hardiyanti Hariyono dalam penelitiannya yang berjudul “Ateng Japar: Sang Legenda Seni Pertunjukan Longser dan Peranannya di Kabupaten Bandung, Tahun 1975 – 2002”, teater tradisional longser tak lepas dari peran peran seorang seniman bernama Ateng Japar.
Ateng Japar merupakan tokoh penting dalam mengembangkan seni pertunjukan Longser di Kabupaten Bandung, Jawa Barat, dari tahun 1975 hingga 2002.
Longser seringkali disebut sebagai seni sandiwara rakyat yang banyak menampilkan tarian-tarian berpasangan dan memberikan kesempatan kepada para penonton untuk menari bersama dengan penarinya.
Pada tahun 1939, Ateng Japar mendirikan kelompok Longser yang diberi nama “Pancawarna”. Awalnya, kelompok ini melakukan pertunjukan dengan cara mengamen, tetapi memasuki tahun 1970-an terjadi pengalihan tempat pertunjukan, yakni ke dalam gedung kesenian.
Pada tahun 2002, sang seniman Ateng Japarta diberitakan wafat dan hal ini berdampak pada perkembangan Longser yang semakin meredup.
Selain itu, masuknya pengaruh globalisasi yang diikuti oleh perubahan zaman yang semakin maju dan modern, pada akhirnya membuat seni pertunjukan Longser yang masih bertahan hingga saat ini kurang mendapat tempat di hati masyarakat luas.
Eksistensi Longser semakin diperparah ketika sebagian masyarakat, terutama dari kalangan generasi muda, masih banyak yang belum mengetahui tentang seni pertunjukan Longser.
BACA JUGA
Drama Teater Musikal Bangkit Lagi di Bandung, Tren Panggung yang Memikat Hati Anak Muda
Monolog ‘Wawancara dengan Mulyono’ Batal Digelar di Kampus ISBI, Rachman Sabur Cari Ruang Lain
Longser yang Sarat Akan Pesan Moral
Mengutip Elibrary Unikom, longser merupakan produk budaya tradisional yang sarat akan nilai moral, etika, estetika, dan makna di dalamnya.
Longser masuk dalam kategori teater rakyat tatar Sunda yang hidup di daerah Priangan Jawa Barat, dengan gaya sajian audio visual.
Seni pertunjukan ini juga dilengkapi dengan unsur tarian, nyanyian, lakon dengan tambahan lelucon. Karenanya, longser menjadi seni teater yang selalu menyajikan pesan moral yang jelas di dalamnya.
Uniknya, para pemeran longser dapat berkomunikasi dua arah atau komunikasi secara langsung dengan penonton. Inilah yang membedakan longser dengan drama atau teater modern, di mana penonton hanya menikmati pemeranan lakon di panggung.
Maka dari itu, makna longser secara umum yakni barang siapa yang melihat atau menonton pertunjukan tersebut, maka hatinya akan
tergugah sesuai arti dari kata longser itu sendiri yang mana berasal dari kata “melong” yakni melihat dan “seredet” yakni tergugah.
Setelah bertanya kepada beberapa orang khususnya kalangan anak muda, ternyata banyak yang belum mengetahui longser itu sendiri, bahkan ketika ada yang tahu pun bahwa longser hanyalah sebatas hiburan semata saja.
Padahal ternyata longser memiliki pesan yang disampaikan di akhir pementasan. Ini menjadi suatu hal yang penting, mengapa masih ada yang tidak mengetahui atas pesan yang di sampaikan.
Apakah pesan yang disampaikan tidak sesuai dengan yang ditampilkan atau pesan itu hanya formalitas yang harus disampaikan untuk mengikuti aturan dalam kelompok itu.
Pengalaman yang belum tentu pernah dirasakan orang lain menjadi suatu fenomena, seperti halnya di komunitas Celah Celah Langit yang mana masih ada orang-orang yang mau melestarikan longser yang mungkin sudah di ambang kepunahan.
Di samping itu komunitas Celah Celah Langit sangat menjunjung tinggi adab, karena menurut mereka Celah Celah Langit ini adalah peradaban yang artinya perkumpulan.
Adab ini menjadi budaya dan faktor utama mengapa kelompok ini dapat bertahan juga dapat melestarikan longser.
(Aak)