BANDUNG, TM.ID: Bukan perkara yang mudah mewujudkan hunian layak untuk masyarakat Jawa Barat.
Sekretaris Daerah (Sekda) Pemerintah Provinsi Jawa Barat, Setiawan Wangsaatmaja ingin dalam peringatan Hari Perumahan Nasional (Hapernas) tahun ini yang digelar Dinas Perumahan dan Permukiman (Disperkim) bisa menjadi langkah awal dalam meningkatkan kualitas.
Khususnya dalam peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Mengingat berdasarkan teori yang dirilis Hendrik L Bloom tentang ilmu kesehatan masyarakat, ada empat faktor yang memengaruhinya yakni gaya hidup, keturunan, lingkungan dan sistem pelayanan kesehatan itu sendiri.
Faktor lingkungan, memberikan kontribusi paling besar dalam kualitas derajat kesehatan sebesar 40 persen. Sementara prilaku atau gaya hidup yakni 30 persen, sisanya pelayanan kesehatan 20 persen serta faktor genetik 10 persen.
“Hari ini adalah hari ulang tahun terkait Hari Perumahan Indonesia dan kita Jawa Barat juga memperingati hal yang sama. Perumahan memiliki peran yang strategis dalam berkontribusi terhadap derajat kesehatan seseorang. Kalau kita melihat, Disperkim ada dimana? Itu ada di faktor lingkungan yang berkontribusi terhadap kesehatan,” ujarnya di Kantor Disperkim Jabar, Kota Bandung, Kamis (24/8/2023).
Sehingga lanjut dia, kehadiran Disperkim sangat membantu dalam mewujudkan hunian berkualitas, yang mengedepankan aspek derajat kesehatan masyarakat Jawa Barat. Sebab Setiawan meyakini bila skema yang dilakukan sesuai peraturan, maka tingkat kesehatan masyarakat akan lebih tinggi dan tentunya mengeliminir potensi sakit.
Sementara faktor lain seperti layanan kesehatan, baik rumah sakit maupun Puskesmas kata Setiawan, akan membantu menyempurnakan pondasi yang sudah ada. Termasuk gaya hidup dan faktor genetik.
BACA JUGA: Gubernur Jabar Wanti-wanti Pengelola Situ Bagendit Pasca Revitalisasi, Hati-Hati
“Oleh karena itu, kalau kita melihat lebih detail apa saja faktor lingkungan. Di antaranya tugas-tugas dari Perkim. Ventilasi yang harus bagus, sanitasi, air bersih, cahaya, tata letak dan lain sebagainya. Kalau itu dikerjakan dengan baik, akan menyumbang 40 persen terhadap derajat kesehatan masyarakat,” imbuhnya.
Kadisperkim Indra Maha tidak menampik, bahwa perumahan masyarakat yang telah eksisting saat ini tengah berada dalam situasi pelik. Sebab, sumber air bersih masyarakat baik dari sumur maupun yang lainnya, 70 persen telah tercemar bakteri Escherichia Coli atau E Coli, dimana dapat menjadi penyebab gangguan pencernaan.
“Ada PR yang harus kita selesaikan, bagaimana perumahan ini membuat pembuangan airnya menjadi baik. Itu sudah mendesak sekali. Maka kita sekarang mengupayakan adanya perbaikan sanitasinya. Misalnya (sanitasi) komunal dan sebagainya,” ungkapnya.
5 Tahun Ratusan Ribu Rutilahu Direhabilitasi
Sedangkan mengenai kelayakan hunian, dia mengaku sejauh ini sejatinya indeks rumah layak huni di Jawa Barat telah meningkat. Salah satunya melalui program rehabilitasi rumah tidak layak huni (rutilahu), dimana selama lima tahun terakhir dari 2018-2023, total sudah 105.000 unit rumah dirampungkan, dengan anggaran keseluruhan dikucurkan mencapai Rp1,8 triliun.
“Kalau kita melihat di 2023 ini, ada 11.420 unit yang kita lakukan perbaikan. Nilainya hampir Rp230 miliar. Itu salah satu upaya kami, dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat,” terangnya.
Kendati demikian Indra tidak mengelak, capaian ini masih jauh dari kata paripurna. Mengingat masih ada pekerjaan besar yang harus dituntaskan Disperkim, yakni merealisasikan sekitar 2,2 juta perumahan bagi masyarakat Jawa Barat, untuk meminimalisir disparitas kesenjangan antara jumlah rumah terbangun dengan jumlah yang dibutuhkan masyarakat atau backlog.
“Kita punya PR yang cukup besar. Ini kita bentuk kolaborasi. Menggandeng dari perbankan, Apersi, Himperra, REI. Tujuannya, bagaimana kita memenuhi kebutuhan perumahan ini secepat mungkin,” kata Indra.
BACA JUGA: Abdul Hadi Minta Pemprov Jabar Perhatikan SLB untuk Pendidikan Layak
Tidak hanya itu, kolaborasi dengan masyarakat, akademisi, praktisi juga harus dilakukan untuk menuntaskan kebutuhan rumah bagi masyarakat Jawa Barat. Mengingat kemampuan pemerintah diakuinya terbatas, sehingga harus saling bersinergi agar antara kebutuhan dan ketersediaan dapat tercukupi.
“Makanya kita mencoba kolaborasi, supaya bisa menyelesaikan masalah perumahan. Kita tahu, bahwa apa yag disampaikan Pak Gubernur (Ridwan Kamil), bahwa pembangunan itu kira-kira bisa dikelola pemerintah hanya 20 persen. Kalau kita (ingin) menyesuaikan (ketersediaan dan kebutuhan), harus sama-sama (kolaborasi),” tuturnya.
Dorong Percepatan Energi Bersih
Indra melanjutkan, sebagai upaya bersama mendukung akselerasi pemulihan ekosistem melalui pemanfaatan energi bersih. Disperkim turut mendorong dibangunnya perumahan yang dapat memenuhi kebutuhan energi secara mandiri, melalui pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) atap.
Dimana energi matahari dapat dikonversi menjadi sumber listrik rumah tangga, untuk kebutuhan sehari-hari. Hanya saja dia mengakui transisi ini membutuhkan waktu, mengingat harga perangkat PLTS atap belum sepenuhnya dapat dijangkau oleh seluruh masyarakat.
“Sampai saat ini kita masih mengedepankan, mencoba, menyosialisasikan bahwa kita butuh perbaikan dalam lingkungan. Untuk perumahan, kita harapkan ke depan juga begitu,” kata dia.
“Kita mengimbau. Cuma di perumahan ada batasan nilai subsidi, kita tahu teknologi PLTS masih agak mahal dan kedepannya akan lebih menarik. Sehingga bisa kita dorong lebih kencang supaya rumah-rumah ini nanti menggunakan PLTS,” tutupnya.
(Dang Yul)