Misteri Jejak Artefak Prasejarah dari Tanah Pasir Angin
BOGOR,TM.ID: Mata Dewa Seth memantau dari atas langit Kabupaten Bogor. Gemuruh guntur dan petir menjadi ucapan selamat datang di depan gerbang museum Pasir Angin yang terletak di Desa Cemplang, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Kota ini begitu luas, dan menjadi satu diantara penyumbang peradaban kehidupan prasejarah yang menyimpan sejuta rahasia yang belum terungkap.
Tetesan rinai melicinkan jalan setapak anak tangga berlumut. Pohon berusia tua berdiri tegak membusung dada. Tumbuhan kecil menjadi prajurit, mereka merunduk menyambut kedatangan sang tamu.
Arca dari Pasir Sinala turut memantau kedatangan tamu yang penasaran untuk melihat temuan masterpis, peninggalan ribuan tahun lalu. Legendanya yang masih menjadi misteri mengundang tanda tanya besar dalam stimulus batin.
BACA JUGA: Maria Ulfah Santoso Mensos Pertama Dibalik Catatan Perundingan Linggarjati
Rumput hijau terhampar, dengan beberapa batuan kecil sebagai tanda bekas penggalian yang telah dilakukan puluhan tahun silam.
Situs Pasir Angin bertengger di sebuah bukit kecil dengan ketinggian 210 meter di atas permukaan laut. Ukuran bukit kurang lebih 500 mmeter persegi, membujur dari barat daya menuju timur laut.
Seperti berselancar ke masa lalu, membayangkan kalau ternyata area ini pernah dihuni manusia di masa logam awal atau di masa perundagian.
Diperkirakan jika di Indonesia waktunya berlangsung sekitar tahun 600 hingga 200 tahun Sebeum Masehi. Periode itu diputuskan dari hasil analisis C-14, terhadap arang yang ditemukan di sekitar area.
Dari dua belas jenis arang yang pernah dikirim ke Australia National University di Kota Canberra, sebanyak empat buah dijadikan contoh. Ternyata menghasilkan tanggal absolut, berkisar antara 1.000 tahun Sebelum Masehi hingga 1.000 Masehi.
Sehingga dari perkiraan itu masa yang bisa disimpulkan yakni kurang lebih selama 2.000 tahun.
Pasir Angin jadi situs yang penting. Alasannya siklus kehidupan telah berlangsung dari zaman prasejarah, proto sejarah, dan masa sejarah.
Para ahli melakukan penelitian dari kurun waktu tahun 1970 sampai 1973. Pada tahun 1975 dilakukan juga penelitian oleh Tim Pusat Penelitian Arkeologi Nasional atau yang sekarang dikenal BRIN. Ketika itu R.P. Soejono menjadi pemimpin dalam penelitian.
“Hasil dari ekskavasi para arkeolog, menemukan artefak yang terbuat dari batu, tanah liat, besi, perunggu, obsidian, kaca, dan gerabah,” ucap Koordintaor Juru Pelestari di Kabupaten Bogor, Isak Tumetir kepada teropongmedia.id.
Situs Pasir Angin menjadi saksi bagaimana kehidupan manusia prasejarah yang hidup di sini. Sebuah batu besar yang dulunya digunakan sebagai ritual, terpampang jelas di sisi kanan bangunan museum.
Ekskavasi terus dilakukan kala itu. Tercatat dalam sebuah laporan Arkeologi kala itu, Ekskavasi situs Pasir Angin tahap V dilakukan dengan tujuan untuk mencari dan melengkapi data untuk mengungkapkan fungi situs Pasir Angin di masa lampau, khususnya pada masa berkembangnya tradisi megalitik.
“Tujuan lainnya ialah berusaha mencari dan memperoleh kembali temuan arkeologi yang mungkin ditemukan dipermukaan tanah, guna melengkapi “site museum”. Ekskavasi ini dilaksanakan oleh Dra. D.D. Bintarti, Rokhus Due Awe, Budi Santosa Azis, Agung Sukardjo dan sejumlah mahasiswa Arkeologi Fakultas Sastra Universitas Indonesia. Penelitian itu berlangsung pada tanggal 10-23 Desember 1975, dengan menggunakan biaya tahun anggaran 1974/1975,” begitu bunyi dalam buku laporan tersebut.
Dalam laporan itu juga disebutkan kegiatan ekskavasi dihentikan pada kedalaman rata-rata 125 cm. Ada beberapa temuan berupa pecahan manik-manik kaca, berwarna merah transparan, ditemukan di LP XXXI. Temuan lain adalah gerabah, arang, oker, dan batuan lain yang tersebar di seluruh kotak ekskavasi, dan tidak menunjukkan gejala keteraturan.
“Dengan demikian pendirian museum dapat dilaksanakan di areal yang telah diekskavasi,” begitulah lanjutan laporan itu.
Ketika itu para arkeolog yang melakukan penelitian, menemukan sebuah artefak bersejarah yang tak pernah ditemukan di sekitar wilayah lain. Dugaan artefak itu hidup di zaman 3.000 Sebelum Masehi sampai dengan 1.000 Sebelum Masehi.
BACA JUGA: BPBD Ingatkan Wisatawan Waspada Longsor di Jalur Puncak Bogor
“Benda prasejarah yang menjadi menjadi cagar budaya, ditemukan para peneliti dan itu bisa dibilang sebagai masterpis. Topeng Emas, ditemukan di Situs Pasir Angin,” ungkap Isak.
Dari hasil penelitian lebih lanjut, terungkap kalau ternyata Topeng Emas seperti itu hanya ada dua di Indonesia. Namun tak diketahui apakah bentuknya sama persis atau tidak.
“Topeng Emas itu hanya ada dua, satu ditemukan di Bogor dan satu lagi di daerah Gowa, Sulawesi Selatan kalau tidak salah,” jelasnya.
Namun sayang data lebih rinci soal Topeng Emas sangatlah terbatas. Isak mengklaim terakhir dirinya melihat secara langsung artefak bernilai nilai sejarah tinggi itu pada tahun 1999.
“Saya melihat sendiri di tahun 1999, tapi sampai sekarang saya tidak pernah melihat lagi,” ungkapnya.
Memang data terkait dengan Topeng Emas sangat terbatas. Dari beberapa laporan buku tidak disebutkan rinci soal penemuan benda itu. Dari penelusuran kepada masyarakat yang dijumpai pun demikian, banyak yang masih tidak mengetahui tentang Topeng Emas.
Lantas dimana keberadaan Topeng Emas dan apa fungsinya dari artefak tersebut? Simak penjelasannya pada bagian II.