BANDUNG, TEROPONGMEDIA.ID — Pengobatan kanker payudara secara konvensional kerap menimbulkan efek samping serius, mulai dari penurunan daya tahan tubuh hingga gangguan fungsi organ. Menyikapi hal tersebut, sekelompok mahasiswa Fakultas Farmasi Universitas Airlangga (UNAIR) menggagas solusi inovatif melalui pemanfaatan ekstrak kulit buah naga sebagai alternatif obat terapi kanker yang lebih aman dan alami.
Penelitian yang dipimpin oleh Roy Ardiansyah Putra bersama empat rekannya yaitu Callista Ovelia Leksono, Nanda Meiliani Putri, Putu Cita Ereihandea Wisna, dan Fairuz Izdihar Mashuri berhasil meraih pendanaan dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) melalui Program Kreativitas Mahasiswa bidang Riset Eksakta (PKM-RE) tahun 2025. Proyek ini juga berada di bawah bimbingan Prof. apt. Rr. Retno Widyowati, S.Si., M.Pharm., Ph.D., dari Fakultas Farmasi UNAIR.
Nanofitosom Ekstrak Kulit Buah Naga
Roy menjelaskan, riset ini dilatarbelakangi oleh perlunya alternatif pengobatan kanker payudara yang minim efek samping. Bahan alam, seperti kulit buah naga, menjadi fokus penelitian karena potensi kandungan bioaktif yang tinggi dan keberadaannya yang melimpah di Indonesia.
“Selama ini, kulit buah naga seringkali dianggap sebagai limbah. Padahal, kandungan senyawa aktif di dalamnya berpotensi sebagai antikanker,” terang Roy, melansir laman Unair.
Dalam penelitian ini, kulit buah naga diformulasikan dalam bentuk nanofitosom, sebuah sistem penghantaran obat berbasis partikel nano yang dikenal efektif meningkatkan kinerja senyawa aktif dalam tubuh. Teknologi ini dinilai mampu meningkatkan penyerapan dan efektivitas terapi, terutama dalam menghambat pertumbuhan sel kanker payudara secara in vitro.
Meski uji laboratorium masih dalam tahap pengembangan, Roy dan tim optimistis terhadap potensi ekstrak kulit buah naga sebagai agen antikanker. Tak hanya itu, mereka juga tengah menguji kemungkinan efek imunostimulan dari sediaan tersebut, yakni kemampuan untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuh pasien selama proses pengobatan.
“Efek imunostimulan masih berada pada tahap hipotesis, namun kami yakin bahwa kombinasi fungsi antikanker dan peningkatan imunitas dapat menjadi terobosan baru dalam terapi herbal,” ujar Roy.
Roy tidak menampik adanya tantangan dalam proses penelitian, mulai dari keterbatasan waktu hingga ketersediaan alat dan bahan. Namun, hal itu tidak menyurutkan semangat timnya untuk terus melangkah.
Baca Juga:
Shredtics, Inovasi Mahasiswa UM: Alat Cacah Plastik Portabel Ramah Lingkungan
Aromatic Book: Inovasi Mahasiswa UGM yang Gabungkan Aroma dan Buku untuk Tingkatkan Daya Ingat
“Harapan kami, riset ini bisa menjadi langkah awal dalam pengembangan obat herbal antikanker di Indonesia. Negara kita memiliki kekayaan hayati luar biasa yang bisa dimanfaatkan untuk pengobatan, khususnya dalam bentuk terapi alami yang lebih aman bagi pasien,” tegasnya.
Dengan potensi besar dan dukungan ekosistem riset yang kuat, inovasi ini diharapkan dapat menjadi solusi alternatif dalam dunia medis dan membuka jalan bagi pengembangan obat berbasis bahan alam di masa depan.
(Virdiya/_Usk)