Kontroversi “Bayar Bayar Bayar”, Siapa yang Tentukan Batasan Kebebasan Seni?

Penulis: distopia

bayar bayar bayar
(Sukatani)
[galeri_foto] [youtube_embed]

Bagikan

BANDUNG, TEROPONGMEDIA.ID — Kontroversi yang menyelimuti lagu “Bayar Bayar Bayar” dari band post punk Sukatani menguak persoalan klasik dalam sejarah seni soal benturan antara ekspresi artistik dan kepentingan kekuasaan. Lagu yang sarat kritik terhadap praktik pungutan liar ini mendadak ditarik setelah diduga menyinggung institusi kepolisian. Pertanyaannya, apakah musik masih memiliki kebebasan sebagai ruang refleksi sosial, atau justru semakin dikekang oleh kepentingan kekuasaan?

Fenomena ini bukan sekadar peristiwa insidental dalam industri musik, melainkan bagian dari pola lebih luas tentang bagaimana kekuasaan merespons seni yang kritis. Sejarah telah membuktikan bahwa seni, terutama musik, kerap menjadi corong perlawanan. Dari lagu-lagu balada yang sarat protes di era Orde Baru hingga kritik sosial dalam musik punk, ekspresi artistik selalu memiliki daya gugat terhadap sistem yang berkuasa.

Musik sebagai Kritik Sosial

Secara filosofis, seni memiliki nilai kebebasan yang inheren. Plato dalam “The Republic” pernah memperingatkan bahwa musik memiliki kekuatan untuk membentuk jiwa dan oleh karena itu, harus dikontrol oleh negara. Di sisi lain, filsuf seperti Friedrich Nietzsche dan Theodor Adorno justru melihat musik sebagai media pembebasan yang mampu membuka kesadaran publik terhadap ketimpangan sosial.

Lagu “Bayar Bayar Bayar” masuk dalam tradisi kritik tersebut. Liriknya yang tajam mencerminkan pengalaman sehari-hari masyarakat indonesia terhadap praktik pungutan liar.

Musik bukan hanya hiburan, melainkan juga alat untuk membangun kesadaran kolektif. Jika lagu ini dianggap sebagai ancaman, itu menunjukkan betapa institusi yang berkuasa merasa terusik oleh realitas yang disuarakan lewat seni.

Sensor Demi Kepentingan Kekuasaan?

Penarikan lagu ini menunjukkan bahwa kebebasan berekspresi masih berada di bawah bayang-bayang sensor politik. Ketika sebuah karya seni dicekal bukan karena pelanggaran hukum yang jelas, melainkan karena ketidaksukaan terhadap isinya, kita patut bertanya: siapa yang menentukan batasan kebebasan seni? Apakah negara berhak membungkam kritik dengan dalih menjaga stabilitas?

Dalam demokrasi yang sehat, institusi negara seharusnya bersedia menerima kritik dan berdialog dengan masyarakat, bukan justru menekan ekspresi yang tidak menguntungkan mereka. Menariknya, sensor semacam ini justru bisa menjadi bumerang, mengingat sejarah telah membuktikan bahwa semakin keras suatu karya dibungkam, semakin besar daya tariknya bagi publik.

BACA JUGA: 

Lagu “Bayar Bayar Bayar” Dijegal? Cek Profil Band Sukatani

Pertunjukan Teater “Wawancara dengan Mulyono” di Kampus ISBI Dijegal?

Seni Tidak Bisa Dibungkam

Dalam konteks filsafat seni, John Dewey pernah menegaskan bahwa seni adalah refleksi pengalaman manusia. Sebuah lagu seperti “Bayar Bayar Bayar” bukan sekadar kombinasi melodi dan lirik, tetapi cerminan keresahan publik. Upaya membungkamnya tidak akan menghapus masalah yang menjadi sumber kritiknya. Justru, langkah tersebut mengonfirmasi bahwa kritik itu memiliki kebenaran yang tak bisa diabaikan.

Jika seni terus dijegal demi kepentingan Kekuasaan, kita harus bertanya: sampai kapan kebebasan berekspresi dapat dipertahankan? Ketika musik tak lagi bebas berbicara, itu menandakan bahwa demokrasi sedang kehilangan suara.

*Opini ini sepenuhnya merupakan pandangan penulis dan tidak mencerminkan kebijakan redaksi.

 

(Dist)

Baca berita lainnya di Google News dan Whatsapp Channel
Berita Terkait
Berita Terkini
Fantastis, Nyaris Tembus Rp1 M Per Orang, Menkeu Tambah Anggaran Mobil Dinas Eselon 1
Fantastis, Nyaris Tembus Rp1 M Per Orang, Menkeu Tambah Anggaran Mobil Dinas Eselon 1
KARYAWAN BANK BOBOL JUDOL
Demi Judol, Karyawan Bank di Jambi Bobol Rekening Nasabah Rp 7,1 M
Nenek di Ciamis ditemukan tewas
Tragis! Nenek di Ciamis Ditemukan Tewas di Dasar Jurang, Diduga Dibunuh Cucunya
LPA Jabar
Cegah Kenakalan Remaja, LPA Jabar Siap Kolaborasi dengan Pemerintah Lewat Edukasi Keluarga
covid-19-1
6 Kasus Covid-19 Terdeteksi di Jabar, Masyarakat Diimbau Waspada
Berita Lainnya

1

Suasana Asri di Pesawahan Kaki Gunung Malabar

2

Strategi Meningkatkan Pertumbuhan Bisnis UMKM

3

Gunung Tangkuban Parahu Mengalami Peningkatan Aktivitas Gempa Vulkanik

4

Mahasiswa UNIBI Antusias Ikuti Creative Workshop JNE dan Siap Berkarya di JNE Content Competition: Inspirasi Tanpa Batas

5

Sepuluh hari terakhir Ramadhan Lailatul Qadar
Headline
Mahasiswa UNIBI Antusias Ikuti Creative Workshop JNE dan Siap Berkarya di JNE Content Competition: Inspirasi Tanpa Batas
Mahasiswa UNIBI Antusias Ikuti Creative Workshop JNE dan Siap Berkarya di JNE Content Competition: Inspirasi Tanpa Batas
Prabowo LSM
Prabowo Disebut Punya Data LSM yang Adu Domba Masyarakat
Gunung Dukono Erupsi Kembali, Warga Diharapkan Waspada Sebaran Abu Vulkanik
Gunung Dukono Erupsi Kembali, Warga Diharapkan Waspada Sebaran Abu Vulkanik
Mulai Hari Ini Berlaku Diskon Tiket Kereta, Pesawat hingga Tarif Tol
Cek, Mulai Hari Ini Berlaku Diskon Tiket Kereta, Pesawat hingga Tarif Tol

Dapatkan fitur lebih lengkap di aplikasi Teropong Media.