BANDUNG,TM.ID: Oktober 2024 mendatang, Pemerintah melalui Kementerian Agama (Kemenag) RI mulai menerapkan kewajiban sertifikasi halal untuk produk barang maupun jasa.
Lalu, sejauh apa pengaruh kebijakan sertifikasi halal ini terhadap perkembangan bisnis di dunia internasional? Pemerintah RI melalui Kementerian Luar Negeri (Kemlu) dan Kemenag ternyata sudah memikirkannya sejak awal.
Melalui Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kemenag menyatakan siap mendukung langkah Kementerian Luar Negeri dalam melakukan diplomasi ekonomi produk halal Indonesia.
Kepala BPJPH, Muhammad Aqil Irham menegaskan kesiapan tersebut dalam pertemuan Foreign Policy Data Talk (FPDT) di Bandung, Jawa Barat, belaum lama ini.
Kegiatan tersebut digelar Badan Strategi Kebijakan Luar Negeri (BSKLN) Kemlu dengan mengusung tema “Penguatan Diplomasi Ekonomi untuk Promosi Industri / Produk Halal Indonesia di Dunia Internasional”.
Kata Aqil, diplomasi ekonomi luar negeri sangatlah penting terkait pemberlakuan kewajiban bersertifikasi halal atau mandatori halal yang akan dimulai pada Oktober 2024.
Aqil menegaskan bahwa diplomasi ekonomi luar negeri tersebut bertujuan agar produk halal Indonesia dapat bersaing di ranah ekonomi global.
“Diplomasi ekonomi ini juga penting untuk dilakukan, agar produk halal Indonesia dapat masuk dan bersaing di pasar global,” ujar Aqil Irham di Bandung, Kamis (15/2/2024).
BACA JUGA: 4 Poin Kesepakatan Soal Sertifikasi Halal Produk Wisata
Ia merinci, data realisasi ekspor produk halal sampai saat ini mencapai 11.749 ton dari 147 perusahaan asal Indonesia. Produk tersebut dikirim ke benua Asia, Eropa, Amerika hingga Afrika.
Aqil juga mengapresiasi upaya Kemlu RI yang telah melakukan berbagai upaya untuk memperluas pasar industri halal Indonesia.
“Kami berterima kasih sekali Kemenlu mendorong adanya upaya-upaya perluasan distribusi produk halal Indonesia untuk merangsek masuk pasar halal dunia. Salah satunya dengan membuka peluang Indonesia untuk dapat terlibat dalam eksibisi produk halal di mancanegara,” tutur Aqil.
“Kami juga sebelumnya terlibat dalam beberapa pameran seperti di Kazakhstan, juga Arab Saudi,” imbuhnya.
Selain Aqil Irham, turut hadir dalam forum tersebut, perwakilan Kyushu International University & Muslim Friendly Jepang Nurchasanah Satomi Ogata, serta Guru Besar Fakultas Farmasi Universitas Jenderal Ahmad Yani, Slamet Ibrahim.
Aqil menambahkan, kolaborasi dari pelaku industri maupun para akademisi menjadi sinyal baik dalam menyambut kewajiban sertifikasi halal.
Sebelumnya, Kepala BSKLN, Yayan G.H. Mulyana menyampaikan komitmen pemerintah sangat kuat dalam jalankan amanat UU tentang Jaminan Produk Halal.
“Karenanya diperlukan diplomasi ekonomi untuk bantu pelaku UMK promosikan produk halalnya hingga dapat masuk pasar halal dunia. Hal ini tentu membutuhkan kolaborasi dari semua,” tutur Yayan.
(Aak)