Kemenkes: DBD di Indonesia kini Semakin Sulit Didiagnosis

Penulis: usamah

DBD di Jabar
DBD di Indonesia kini Semakin Sulit Didiagnosis. (halodoc)
[galeri_foto] [youtube_embed]

Bagikan

JAKARTA,TM.ID: Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan (Kemenkes), dr Maxi Rein Rondonuwu mengungkapkan, saat ini tidak mudah buat dokter mendiagnosis seseorang mengidap penyakit DBD. Menurutnya,penyakit demam berdarah dengue (DBD) di Indonesia kini semakin menemukan tantangan.

“Dari sisi perkembangan gejala penyakit, dahulu untuk mendiagnosis DBD itu mudah. Tinggal pasang tensi, langsung gejala di lipatan itu bisa dihitung. Sekarang sudah susah karena biasanya pasien itu sakit tanpa gejala,” kata Maxi dalam konferensi pers Takeda bertema “Ayo 3M Plus Vaksin DBD” di Hotel Raffles Jakarta pada Rabu (27/9/2023)

Menurut Maxi, nyamuk saat ini tidak hanya berkembang biak di air yang bersih, juga bisa ditemukan di air yang kotor.

BACA JUGA :Mitos Kafein Bagi Kesehatan yang Perlu Kamu Tahu!

“Tantangan utama memang dilihat dari epidemiologi penyakit, dari tahun ke tahun mengalami perubahan. Dahulu, nyamuk sumber penyebarannya itu di air bersih, sekarang dari air kotor juga, bahkan air di belakang kulkas dan AC, itu bisa ada jentik,” katanya.

Maxi menambahkan, jika dahulu pasien DBD sebagian besar terdiri dari usia anak, saat ini rentang usia pasien meluas ke orang dewasa.

“Dahulu lebih banyak anak-anak, sekarang semua kelompok umur. Meskipun masih presentasi tertinggi pasien itu usianya di bawah 15 tahun,” kata Maxi.

Dia menuturkan, inovasi program pencegahan dalam memerangi DBD saat ini pun dianggap belum maksimal.

“Tantangan dari sisi program, paling murah dan efisien tentu kebersihan lingkungan dan memberantas jentik. Sudah ada gerakan satu rumah satu jumantik, tetapi memang program ini tidak berlangsung secara berkelanjutan,” tutur Maxi.

Maxi mengajak masyarakat untuk bersiap mencegah perkembangbiakan nyamuk dalam waktu dekat dengan membersihkan seluruh sudut rumah dan lingkungan sekitar, khususnya yang berpontensi menjadi genangan air.

Pasalnya, ia mengkhawatirkan bahwa telur nyamuk akan segera menjadi larva (jentik) saat terkena air atau hujan, yang diprediksi akan terjadi dalam waktu dekat.

“Pengaruh El Nino terhadap DBD dan malaria sangat besar. Menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), September adalah puncak musim panas, kemudian diikuti oleh musim hujan. Biasanya, kasus DBD meledak di akhir dan awal tahun. Kami sudah mengeluarkan surat peringatan kepada daerah-daerah terkait kewaspadaan,” tambah Maxi.

 

(Usamah)

Baca berita lainnya di Google News dan Whatsapp Channel
Berita Terkait
Berita Terkini
diskon tol
Diskon Tarif Tol untuk 110 Juta Orang, Pemerintah Siapkan Anggaran
IMG-20250309-WA0146-3348867044
Magomed Ankalaev Geram, Sindir Alex Pereira yang Terus Menghindar
Head Over Heels
tvN Bocorkan Poster dan Sinopsis Drakor Head Over Heels
Hijab Gen Z
Viral! Gaya Hijab Gen Z Ini Tuai Hujatan
IMG_1596
Menteri PKP Minta Kantor BP2P Jawa II Jadi Percontohan Nasional
Berita Lainnya

1

Suasana Asri di Pesawahan Kaki Gunung Malabar.

2

LPA Jabar Soroti Kebijakan Anak Sekolah Masuk jam 6 Pagi

3

Polres Garut Tangkap Oknum Guru Ngaji, Diduga Cabuli 10 Anak di Cikajang

4

Gunung Tangkuban Parahu Mengalami Peningkatan Aktivitas Gempa Vulkanik

5

Strategi Meningkatkan Pertumbuhan Bisnis UMKM
Headline
Tunjangan Guru Madrasah Cair Sebelum Lebaran
Mulai Juli 2025, Jam Masuk Sekolah di Jawa Barat Ditetapkan Pukul 06.30 WIB
Max-Verstappen-200-Grand-Prix-1187694081
Verstappen di Ujung Tanduk, Dihantui Regulasi Penalti Larangan Balapan
gunung tangkuban perahu
Aktivitas Gempa Gunung Tangkuban Perahu Meningkat, Masyarakat Diminta Jangan Panik
Satgas Antipremanisme, Farhan: Cicendo Termasuk Wilayah Beling
Soal Covid-19, Wali Kota Bandung: Sejauh Ini Terkendali

Dapatkan fitur lebih lengkap di aplikasi Teropong Media.