BANDUNG,TM.ID: Silent majority sering kali menjadi istilah yang mencuat di tengah-tengah Pemilihan Umum (Pemilu). Tetapi, apa sebenarnya makna dari istilah ini?
Pengertian
Istilah “silent majority” pertama kali diperkenalkan secara politis oleh Warren Harding pada tahun 1919. Namun, istilah ini kembali mencuat pada era 1960-an saat Nixon menggunakan konsep ini untuk mengumpulkan dukungan dari para pemilih yang mungkin merasa tidak puas dengan situasi politik saat itu.
Secara umum, silent majority mengacu pada kelompok besar pemilih yang tidak terang-terangan, menyatakan dukungannya kepada salah satu pasangan calon. Mereka umumnya terdiri dari masyarakat yang tidak aktif secara politik dan cenderung untuk tidak mengungkapkan pendapat politik mereka di depan umum.
Komposisi
Kelompok ini biasanya terdiri dari berbagai lapisan masyarakat dengan latar belakang, keyakinan, dan kepentingan yang beragam. Mereka mungkin memiliki preferensi politik, namun lebih memilih untuk menyimpan pendapat mereka sendiri dan jarang mengungkapkannya secara terbuka.
Meskipun diam, kelompok ini memiliki potensi besar untuk memengaruhi hasil pemilihan umum. Karena jumlahnya yang besar, kelompok ini memiliki kemampuan untuk menjadi penentu dalam menentukan hasil suatu pemilihan.
BACA JUGA: Dukung Ganjar-Mahfud di Pilres 2024, Gitaris Slank Abdee Mundur dari Komisaris Telkom
Pentingnya Merangkul Silent Majority
Kandidat yang mampu menarik dukungan dari kelompok ini memiliki kesempatan yang lebih besar untuk meraih kemenangan dalam pemilihan. Oleh karena itu, strategi kampanye yang efektif harus mencoba untuk memperhatikan dan merangkul tidak hanya pemilih yang vokal secara politik, tetapi juga silent majority.
(Kaje/Usk)