BANDUNG,TM.ID: Mengenai penyebab kemiskinan ekstrem di Jabar pernah menjadi obyek penelitian akademisi Fisip Unpad.
Data survei Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, angka kemiskinan ekstrem di Jabar sampai Maret 2023 mencapai 0,79 persen atau 403.000 jiwa.
Angka kemiskinan ekstrem tersebut, menurut BPS turun 1,07 persen atau 538.880 jiwa dibanding Maret 2022.
Atas fenomena itu, Pj Gubernur Jabar, Bey Machmudin menegaskan bahwa pihaknya terus mendorong sinergi dan keterpaduan program untuk langkah penanggulangannya.
Salah satunya, kata Bey, melalui pendekatan pilar utama graduasi, yaitu perlindungan sosial, pengembangan mata pencaharian, pemberdayaan sosial, dan inklusi keuangan.
Pemprov Jabar bersama BRAC (Bangladesh Rural Advancement Committee) International telah bersepakat secara formal untuk menanggulangi kemiskinan ekstrem di Jabar tersebut.
Langkah yang dilakukan melalui Percepatan Penanggulangan Kemiskinan Berbasis Graduasi.
BACA JUGA: Tanggulangi Kemiskinan Ekstrem, Jabar MoU dengan BRAC International
Bey berharap, melalui kerja sama tersebut akan terjadi peningkatan kesejahteraan serta menurunkan angka kemiskinan ekstrem sampai nol persen di tahun 2024 ini.
“Melalui kerja sama ini diharapkan terjadi peningkatan kesejahteraan dan menurunkan angka kemiskinan ekstrem sampai nol persen di Jawa Barat tahun 2024,” ujar Bey, di Gedung Sate Kota Bandung, Selasa (16/1/2024).
Terkait kemiskinan ekstrem di Jabar, Budiman Rusli, Guru Besar Administrasi Publik FISIP UNPAD pernah melakukan penelitian, di mana hasilnya menunjukkan salah satu faktor penyebabnya berada di tangan Pemerintah Provinsi Jawa Barat.
Hasil penelitian tersebut diberi judul “KEBIJAKAN PENGENTASAN KEMISKINAN DI JAWA BARAT: STUDI TENTANG SINERGITAS DAN KONTINUITAS PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN”, yang telah diterbitkan di laman pustaka.unpad.ac.id pada tahun 2013 lalu.
Budiman Rusli menyimpulkan, salah satu faktor penyebab kemiskinan di Jawa Barat karena program-program penanggulangan kemiskinan yang diluncurkan oleh SKPD di lingkungan Pemerintah Provinsi Jawa Barat berjalan secara parsial.
“Kurang diperhatikan sinergitas dengan program yang digagas SKPD yang lain,” ungkap Budiman.
Harusnya, kontinuitas program perlu dijaga secara konsisten agar tahapan-tahapan penanggulangan kemiskinan memiliki agenda kegiatan yang jelas dan transparan.
“Untuk mengumpulkan data selain dari sumber sekunder juga sumber primer melalui wawancara langsung dengan informan dalam hal ini Kepala Dinas Sosial Provinsi Jawa Barat,” demikian Budiman dalam penelitiannya.
(Aak)