JAKARTA, TM.ID: Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengenakan denda bagi tujuh dari 27 perusahaan produsen minyak goreng dengan total Rp71,28 miliar.
Para Produsen itu telah terbukti menjadi penyebab kelangkaan minyak goreng di pasaran.
Hal itu diungkap oleh Ketua Majelis Komisi, Dinni Melanie, ketika membacakan putusan perkara 15/KPPU-I/2022 di Ruang Sidang I KPPU, Jakarta, pada Jumat (26/5/2023).
Dalam pembacaan perkara, Dinni didampingi oleh anggota Majelis Komisi Guntur Syahputra Saragih dan Ukay Karyadi.
BACA JUGA: Harta dan Profil Wakil Bupati Rokan Hilir Yang Terciduk Staycation dengan Anak Buah
Dinni menjelaskan, ketujuh perusahaan minyak ini telah melanggar r Pasal 19 huruf c Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Selain itu, Dini menyimpulkan, tujuh perusahaan tidak patuh kepada kebijakan pemerintah terkait dengan harga eceran tertinggi (HET), yakni dengan menurunkan volume produksi dan/atau penjualan selama periode pelanggaran.
”Faktanya, pada saat kebijakan HET dicabut, pasokan minyak goreng kemasan kembali tersedia di pasar dengan harga yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan harga sebelum terbitnya kebijakan HET,” kata Dinni.
Adapun tujuh perusahaan yang disebutkan adalah PT Asianagro Agungjaya (terlapor 1) yang didenda Rp 1 miliar, PT Batara Elok Semesta Terpadu (terlapor 2) didenda Rp 15,24 miliar, dan PT Incasi Raya (terlapor 5) didenda Rp 1 miliar. Selain itu, PT Salim Ivomas Pratama Tbk (terlapor 18) didenda Rp 40,88 miliar, PT Budi Nabati Perkasa (terlapor 20) didenda Rp 1,76 miliar, PT Multimas Nabati Asahan (terlapor 23) didenda Rp 8,01 miliar, dan PT Sinar Alam Permai (terlapor 24) didenda Rp 3,36 miliar.
”Pemberian sanksi administratif (denda) Majelis Komisi mempertimbangkan dampak pelanggaran yang dilakukan pelaku usaha, kelangsungan kegiatan usaha atau kemampuan untuk membayar, dan dengan dasar yang jelas,” ujar Ukay Karyadi.
Ukay melanjutkan, gugatan itu harus dibayarkan 30 hari paling lambat dari putusan Majelis Komisi berkekuatan hukum tetap (inkracht). Jika terlambat, terlapor 1, 2, 5, 18, 20, 23, dan 24 perlu membayar denda keterlambatan sebesar 2 persen per bulan dari nilai denda.
Namun, putusan KPPU ini belum kuat secara hukum karena para terlapor masih dapat mengajukan keberatan sesuai prosedur hukum dengan catatan, terlapor tetap perlu menyerahkan jaminan bank sebesar 20 persen dari nilai denda ke KPPU paling lambat 14 hari setelah menerima putusan.
Di sisi lain, pengacara Wilmar Grup mengatakan, perusahaan terlapor 23 dan 24, Rikrik Rizkiyana, usai pembacaan putusan, merasa kecewa terkait putusan KPPU.
”Masih ada upaya hukum yang bisa ditempuh. Saat ini kami akan mengkaji putusan KPPU sebelum menentukan langkah selanjutnya,” ungkapnya.
Tak berbeda dengan kuasa hukum PT Salim Ivomas Pratama Tbk, Santi mengatakan, vonis dari KPPU bakal dilaporkan terlebih dahulu kepada kliennya.
”Upaya hukumnya masih bisa (melalui) keberatan, tapi kami diskusikan terlebih dahulu,” pungkasnya.
BACA JUGA: Bupati Bandung Bantah Isu Gratifikasi dalam Proyek Pasar Sehat Banjaran
(Saepul/Dist)