BANDUNG, TEROPONGMEDIA.ID — Indonesia mengalami kerugian ekonomi hingga Rp551 triliun per tahun akibat sampah dan sisa makanan (Food Loss and Waste). Badan Pangan Nasional (Bapanas) luncurkan program Gerakan Selamatkan Pangan, untuk menekan angka sisa pangan.
Melansir dari Kompas, sekitar 115 hingga 184 kilogram (kg) makanan terbuang per kapita setiap tahunnya. Secara total, food loss and waste (FLW) di Indonesia tercatat mencapai 23 hingga 48 juta ton per tahun.
Akibat sisa pangan tersebut, Indoensia mengalami kerugian ekonomi yang diperkirakan mencapai Rp213 triliun hingga Rp 551 triliun per tahun. Angka tersebut setara dengan 4 hingga 5 persen dari persenentase Produk Domestik Bruto (PDB).
Jika dimanfaatkan, susut dan sisa pangan tersebut cukup untuk memberi makan 61 hingga 125 juta orang, atau hampir separuh populasi nasional.
Tak hanya merugikan ekonomi, susut dan sisa pangan di Indonesia juga turut berkontribusi terhadap memperburuknya krisis lingkungan global.
Pada tahun 2019, Indonesia merupakan penghasil sampah makanan terbesar nomor 2 di dunia setelah Saudi Arabia. Kemudian satu tahun setelahnya, Indonesia dinyatakan telah memasuki darurat sampah makanan.
Baca Juga:
Banjir Bandang Terjang Bali, 5 Rumah Roboh di Tukad Badung
Keluarga Korban Pembunuhan di Indramayu Minta Pelaku Dihukum Berat
Merespon hal tersebut, Badan Pangan Nasional (Bapanas) memastikan akan menekan angka sisa pangan, khususnya dari sektor bisnis. Salah satunya melalui program Gerakan Selamatkan Pangan yang diyakini bisa mengurangi SSP secara nasional.
“Gerakan ini merupakan aksi dalam menurunkan angka sisa pangan, khususnya di sektor ritel modern, hotel, restoran, hingga pasar tradisional,” ujar Direktur Kewaspadaan Pangan Bapanas, Nita Yulianis dalam keterangan pers, Rabu (10/9/2025), seperti dilansir dari Kompas.
Langkah ini telah tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029, yang menargetkan 3 hingga 5 persen pangan terselamatkan setiap tahunnya hingga 2029.
Lebih lanjut, Nita menjelaskan bahwa Gerakan Selamatkan Pangan sejalan dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) poin 12.3 yang menargetkan pengurangan 50 persen limbah makanan per kapita di tingkat ritel dan konsumen, serta menekan food loss sepanjang rantai pasok, mulai dari produksi hingga distribusi.
Diluncurkan pada 2022, program ini menjangkau 17 provinsi prioritas yang dipetakan pada 2025. Dengan menggunakan pendekatan pentahelix, gerakan ini melibatkan kolaborasi lima unsur termasuk akademisi, bisnis, komunitas, pemerintah, dan media.
“Kolaborasi ini penting agar gerakan tidak hanya bersifat simbolis, tetapi menyentuh langsung praktik pengelolaan pangan di lapangan,” jelas Nita.
(Raidi/Budis)