BANDUNG, TEROPONGMEDIA.ID — Kasus dugaan pelecehan seksual yang dilakukan I Wayan Agus Suartama, atau Agus Buntung, seorang penyandang disabilitas, terus menjadi sorotan publik. Penetapan Agus sebagai tersangka atas dugaan pelecehan terhadap 15 korban, termasuk anak di bawah umur, memicu berbagai pertanyaan dan spekulasi.
Bagaimana seorang penyandang disabilitas, yang seharusnya mendapatkan perlindungan, justru menjadi pelaku kejahatan seksual? Kasus ini menimbulkan kekhawatiran tentang pemahaman masyarakat terhadap disabilitas dan kemampuan mereka untuk melakukan tindakan kriminal.
Polisi mengungkapkan bahwa Agus Buntung memanfaatkan manipulasi emosional dan ancaman psikologis untuk memaksa korbannya. Bukti berupa rekaman video dan suara semakin memperkuat tuduhan tersebut dan memicu kemarahan publik.
Polda NTB memastikan proses hukum berlangsung transparan, dengan pemeriksaan menyeluruh dan rekonstruksi kasus. Laporan tambahan dari korban terus berdatangan.
Agus Buntung Resmi Tersangka
Kasus Agus Buntung ditetapkan sebagai tersangka setelah laporan dari seorang mahasiswi. Penyelidikan lebih lanjut mengungkap total 15 korban, beberapa di antaranya anak di bawah umur.
Pelecehan seksual terhadap anak merupakan pelanggaran serius dengan dampak jangka panjang bagi korban. Agus diduga mengancam korban dengan mengungkapkan aib mereka.
Karena keterbatasan fasilitas di rumah tahanan yang ramah disabilitas, Agus ditahan di rumahnya. Namun, proses hukum tetap berlanjut dengan pendampingan kuasa hukum. Mensos Saifullah Yusuf memastikan hak-hak Agus sebagai penyandang disabilitas terpenuhi selama pemeriksaan.
BACA JUGA : Tabiat Agus Buntung Terungkap dalam Rekonstruksi Kekerasan Seksual
Seruan Pencegahan Pelecehan Seksual
Kasus ini memicu seruan untuk meningkatkan kesadaran tentang pentingnya melawan pelecehan seksual. Edukasi dan kampanye anti pelecehan seksual sangat penting untuk menciptakan lingkungan yang lebih aman.
Perlindungan bagi kelompok rentan, termasuk anak-anak dan penyandang disabilitas, harus menjadi prioritas. Upaya kolaboratif antara pemerintah, masyarakat, dan aparat penegak hukum sangat diperlukan.
(Hafidah Rismayanti/Usk)