JAKARTA, TEROPONGMEDIA.ID — Ahli Hukum Narkotika dan juga mantan Kepala BNN 2012 -2015,Anang Iskandar menyoroti UU RI no 8 tahun 1976 tentang mengesahan konvensi tunggal narkotika,1961 beserta protokol yang merubahnya, pasal 35 mengamatkan kepada pemerintah membentuk Badan atau Instansi yang bertanggung jawab untuk mengkoordinasikan langkah preventif dan langkah represif melawan peredaran gelap narkotika.
Anang mengatakan bahwa karena langkah preventif yaitu langkah pecegahan primer agar masyarakat tidak menggunakan narkotika tanpa petunjuk dokter; dan langkah pencegahan sekunder melalui penegakan hukum rehabilitatif dengan kewajiban hakim untuk menghukum rehabilitasi, sedangkan langkah represif adalah langkah penegakan hukum secara khusus dengan sanksi pengekangan kebebasan atau pemenjaraan; dan perampasan aset hasil kejahatan narkotika dengan pembuktian terbalik di pengadilan.
“Sejak saat itu sesungguhnya indonesia memasuki rezim melarang secara pidana penyalahgunaan narkotika dan melarang peredaran gelap narkotika dengan hukuman diluar KUHP,” kata Anang melalui Instagram pribadinya, Sabtu (1/2/2025).
Anang menyebutkan, pembuat UU no 35 tahun 2009 tentang narkotika, mengatur ketentuan kepemilikan obat jenis narkotika, dan pelanggaran kepemilikannya secara pidana dimana pelanggarnya diancamnya secara pidana, tetapi sanksinya ditentukan diluar KUHP .
“Tetapi sayang pembuat UU abai membentuk Badan atau Instansi yang bertugas mengkoordinir langkah preventif dan represif yang diamanatkan UU no 8/1976 sebagai sumber hukumnya,” jelasnya.
Akibatnya dalam tataran implementasi, pemerintah tidak memiliki “badan” yang tugasnya mengkoordinasikan langkah preventif yaitu pencegahan primer dan sekunder terhadap penyalah guna, dan langkah represif terhadap pengedar narkotika,.
“Ketika penyalah guna dihukum penjara dan pengedar dihukum mati, tanpa dilakukan perampasan aset hasil kejahatannya.dan sudah mempunyai kekuatan hukum tetap,” ujarnya.
BACA JUGA: Mantan Kepala BNN Anang Sebut Hakim Abaikan Soal Rehabilitasi Bagi Pengguna Narkoba
Menurut dia,dalam hal ini demikian secara yuridis pemerintah tidak dapat menyelamatkan penyalah guna dari pemenjaraan dan pengedar dari hukuman mati kecuali dengan upaya hukum luar biasa yaitu grasi atau amnesti.
“Pemenjaraan penyalah guna narkotika menyebabkan terjadinya residivisme penyalahgunaan narkotika, bertambah suburnya peredaran gelap narkotika yang ditandai maraknya penyalahgunaan narkotika bahkan sudah menyebar ke desa desa,” tegasnya.
(Agus Irawan/Usk)