BANDUNG, TEROPONGMEDIA.ID — Kontroversi tindakan Gus Miftah yang menghina penjual es teh bernama Bapak Sunhaji berbuntut panjang. Desakan untuk copot jabatan Gus Miftah sebagai Utusan Khusus Presiden untuk Kerukunan Beragama semakin menggema, dengan sejumlah tokoh publik ikut bersuara.
Sutradara kondang Joko Anwar menyatakan keprihatinannya atas kejadian ini. Ia khawatir jika Gus Miftah tidak mendapatkan sanksi yang setimpal, tindakannya akan dianggap wajar dan nilai-nilai kemanusiaan di masyarakat akan semakin terpuruk.
“Kalau nggak dicopot, ini kayak ngasih sinyal ke rakyat bahwa kelakuan kayak gini wajar. Nilai-nilai kemanusiaan kita makin nyungsep no hope,” tulis Joko Anwar di X pada Rabu (4/12/2024).
Senada dengan Joko Anwar, komika Jovial da Lopez juga mendesak Presiden Prabowo Subianto untuk copot jabatan Gus Miftah. Menurut Jovi, figur publik harus menjadi contoh yang baik bagi masyarakat jika ingin Indonesia maju.
“Apakah layak seorang utusan khusus presiden bertindak seperti itu? Kalau mau negara ini maju. Harus berintegritas, harus jadi contoh,” tulis Jovial da Lopez pada hari yang sama.
“Dengan hormat, tolong dipertimbangkan lagi utusan khusus bapak @prabowo cc: @Gerindra,” tambah saudara Andovi da Lopez tersebut.
BACA JUGA : Sederet Kontroversi Gus Miftah Sejak Dilantik Jadi Utusan Khusus Presiden
Gerindra Turut Buka Suara
Partai Gerindra, yang diketuai oleh Presiden Prabowo Subianto, juga merespon kontroversi ini dengan tegas. Melalui akun Twitter resmi @gerindra, mereka mendesak Gus Miftah untuk meminta maaf kepada Bapak Sunhaji.
“Dengan segala kerendahan hati, mimin minta Gus @gusmiftah untuk minta maaf ke Bapak Penjual Es. Apa yang Gus lakukan tidak sesuai dengan apa yang Pak @prabowo inginkan dan ajarkan. Terima kasih,” tulis akun @gerindra pada Selasa (3/12/2024).
Desakan-desakan tersebut akhirnya membuat Gus Miftah meminta maaf secara langsung kepada Bapak Sunhaji dengan mendatangi rumahnya pada hari ini. Gus Miftah pun merasa ucapannya hanyalah candaan.
Kontroversi ini menjadi sorotan publik dan memicu perdebatan mengenai pentingnya integritas dan tanggung jawab bagi tokoh publik, terutama mereka yang memegang jabatan penting di pemerintahan.
(Hafidah Rismayanti/Usk)