Cigawiran, Warisan Tembang Sunda yang Sarat Nilai Islam

Penulis: Aak

Tembang SUnda Cigawiran - YouTube DREAMSEA Manuscript
(YouTube DREAMSEA Manuscript)
[galeri_foto] [youtube_embed]

Bagikan

GARUT, TEROPONGMEDIA.ID — Kesenian Cigawiran merupakan seni tembang tradisional Sunda yang lahir dari lingkungan pesantren di Desa Cigawir, Kecamatan Selaawi, Kabupaten Garut, Jawa Barat.

Seni ini diciptakan pada tahun 1820 oleh R. Muhammad Jalari, yang terinspirasi dari tembang-tembang pesantren di Jombang, Jawa Timur.

Fakta ini ditegaskan oleh R. Iyet Dimyati, tokoh Cigawiran generasi keempat yang masih aktif melestarikan warisan budaya ini.

Nu’man Akbari dalam Diploma thesis UIN Sunan Gunung Djati Bandung, menjelaskan, penelitian terbaru mengungkap sejarah perkembangan dan nilai-nilai Islam yang terkandung dalam Tembang Cigawiran dari tahun 1960 hingga 2018.

Kesenian ini tidak hanya menjadi hiburan, tetapi juga sarat dengan pesan moral dan ajaran agama. Syair-syairnya mengajarkan budi pekerti, pemahaman keislaman, serta unsur kesejarahan yang relevan bagi masyarakat Garut dan sekitarnya.

Metode penelitian yang digunakan meliputi empat tahapan: heuristik (pengumpulan data melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi), kritik (analisis sumber internal dan eksternal), interpretasi (penafsiran), dan historiografi (penulisan sejarah).

“Hasilnya menunjukkan bahwa Tembang Cigawiran telah mengalami perkembangan signifikan, baik dari segi penampilan, isi lagu, maupun fungsinya dalam masyarakat,” tulis Nu’man.

Selain itu, peran pemerintah dan perguruan tinggi seni turut mendorong pelestarian kesenian ini. Hingga kini, Tembang Cigawiran telah melewati empat generasi, dengan masing-masing tokoh berkontribusi dalam pengembangannya.

Kesenian ini tidak hanya menjadi identitas budaya Sunda, tetapi juga media dakwah yang efektif, menyebarkan nilai-nilai Islam melalui alunan syair yang penuh makna.

Tembang Cigawiran yang Terancam Punah

Lantunan tembang Sunda bernuansa Islami ini telah menjadi sarana dakwah sejak abad ke-19. Cigawiran, begitulah ia disebut, pertama kali diperkenalkan oleh H. Djalari pada tahun 1820.

“Ia belajar agama di Jombang, lalu menyebarkan Islam melalui nyanyian berbasis lagu-lagu Jawa yang diadaptasi ke bahasa Sunda,” jelas Sastri Sunarti, Kepala Pusat Riset Manuskrip, Literatur, dan Tradisi Lisan (PR MLTL) BRIN, seperti dilansir RRI.

Nama Cigawiran sendiri diambil dari Desa Cigawir di Garut, tempat seni ini tumbuh dan diwariskan secara turun-temurun.

Awalnya, tembang ini hanya dilantunkan di lingkungan masjid dan pesantren sebagai bagian dari ritual keagamaan.

Namun, seiring waktu, Cigawiran merambah ke acara-acara masyarakat seperti penyambutan tamu, pernikahan, dan peringatan hari besar Islam.

Syair-syairnya yang kental dengan nuansa religius sering mengangkat tema kematian dan kehidupan akhirat, terinspirasi dari kitab Daqaiq Akhbar.

Sayangnya, seni tradisi ini kini berada di ujung tanduk. Ruang pertunjukan semakin sempit, dan minat generasi muda kian memudar.

“Anak-anak sekarang lebih tertarik pada musik modern dan konten digital. Sementara Cigawiran hanya bertahan melalui tradisi lisan tanpa dokumentasi yang baik,” ungkap Sastri.

Namun, harapan belum sepenuhnya sirna. Raden Muhammad Dimyati, pewaris generasi kelima, masih setia mengajarkan Cigawiran kepada anak dan cucunya.

Beberapa pesantren di Garut juga mulai memasukkan seni ini ke dalam kurikulum sebagai upaya pelestarian.

BACA JUGA

Lirik Pupuh Wirangrong Sunda, Beserta Keterangan Guru Lagu dan Guru Wilangan

Kesenian Badeng, Jejak Syiar Para Wali di Desa Sanding Garut

Tantangan terbesar saat ini adalah bagaimana menjaga agar Cigawiran tidak punah ditelan zaman. Dokumentasi dalam bentuk audio dan video bisa menjadi salah satu solusi.

Peran pemerintah juga dinanti, baik melalui dukungan regulasi seperti Undang-Undang Pemajuan Kebudayaan maupun lewat festival-festival seni yang dapat menarik minat generasi baru.

Jika tidak ada langkah nyata, bukan tidak mungkin tembang Cigawiran yang pernah menjadi napas dakwah ini perlahan akan menghilang, tinggal kenangan dalam catatan sejarah.

(Aak)

Baca berita lainnya di Google News dan Whatsapp Channel
Berita Terkait
Berita Terkini
xiaomi mobil listrik
Mobil Listrik Xiaomi Belum Dijual Luas, Mungkinkah Masuk Indonesia 2027?
ferrari amalfi
Ferrari Amalfi Resmi Debut, Super Car Termurah Pabrikan Kuda Jingkrak!
UNIBI
UNIBI Gelar Kunjungan dan Kuliah Umum Internasional: From Hand to AI: Exploring the Evolution of Media Communication - From Tacit Knowledge to Explicit Knowledge
Amanda Manopo
Amanda Manopo Alami Pelecehan Saat Dikerubungi Fans
My Chemical Romance
My Chemical Romance Bakal Guncang Jakarta Mei 2026, Tiket Siap Diburu!
Berita Lainnya

1

The Klan Unity, Puncak Acara 37th Bikers Brotherhood 1%MC Indonesia

2

PSG Tantang Real Madrid di Semifinal Piala Dunia Antarklub 2025

3

Dukung Akses Pendidikan Tinggi Bagi Putra-Putri Daerah Terbaik, PT Pertamina Hulu Indonesia Kembali Gulirkan Program Beasiswa Sobat Bumi Kalimantan

4

Hyundai Siap Bawa Mobil Baru ke Indonesia, Stargezer Terbaru Siap Bikin Rival Panas Dingin?

5

Remu Suzumori Masuk Daftar 7 Aktris Paling Sukses di Jepang
Headline
Gunung Lewotobi Laki-laki Erupsi
Erupsi Gunung Lewotobi Laki-Laki, Jadwal Penerbangan Kupang-Maumere Terdampak
Gempa Guncang Kabupaten Pangandaran Magnitudo 5,1 Tak Berpotensi Tsunami
Gempa Guncang Kabupaten Pangandaran Magnitudo 5,1 Tak Berpotensi Tsunami
Bangunan Enam Lantai di KBU Disegel, Diduga Langgar Izin dan Aturan Tata Ruang
Bangunan Enam Lantai di KBU Disegel, Diduga Langgar Izin dan Aturan Tata Ruang
Teras Cihampelas Dibongkar? DPRD Minta Kajian Menyeluruh dan Solusi Pengganti
Teras Cihampelas Dibongkar? DPRD Minta Kajian Menyeluruh dan Solusi Pengganti

Dapatkan fitur lebih lengkap di aplikasi Teropong Media.