JAKARTA, TM.ID : Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) RI menetapkan kelompok kriminal bersenjata atau KKB Papua sebagai organisasi teroris.
Ketetapan itu disampaikan Kepala BNPT, Komisaris Jenderal (Komjen) Polisi Boy Rafli Amar dalam rapat kerja bersama Komisi III DPR RI di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (13/2/2023).
Boy mengatakan proses penetapan status KKB Papua sebagai organisasi teroris saat ini sedang berproses di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Namun, kata Boy, secara de facto pemerintah telah menetapkan bahwa KKB Papua sebagai organisasi teroris.
“Dapat kami pastikan bahwa negara telah menetapkan bahwa (kelompok) kriminal bersenjata di Papua sebagai peristiwa kejahatan terorisme,” kata Boy
Ia menyebut apabila KKB di Papua nantinya telah ditetapkan secara yuridis sebagai organisasi teroris maka pihaknya akan memasukkannya ke dalam Daftar Terduga Teroris dan Organisasi Teroris (DTTOT).
“Nama-namanya sudah kita usulkan ada kelompok-kelompok yang disebutkan di sana,” ujarnya.
Ia juga menepis bahwa penetapan status teroris kepada KKB di Papua seolah-olah sama saja menyematkan label teroris bagi masyarakat Papua.
“Ini bukan masalah Papua keseluruhan tapi ini adalah oknum-oknum masyarakat yang selama ini melakukan aksi kekerasan yang tentunya meresahkan kalangan masyarakat yang ada di sana,” tuturnya.
Ia menilai apa yang dilakukan oleh KKB di Papua telah memenuhi unsur tindak pidana terorisme, serta motif ideologi maupun politik, sebagaimana Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
Argumentasi tersebut, kata dia, juga pernah disampaikan BNPT saat rapat koordinasi bersama Menkopolhukam Mahfud MD dalam rangka membahas penetapan KKB dalam DTTOT pada 2021.
“Yang pertama, mereka anti-kepada NKRI, tidak ingin bergabung, ingin terpisah dari Negara Kesatuan Republik Indonesia dan tentunya tidak mengakui ideologi negara Pancasila. Jadi kekerasan-kekerasan mereka juga sudah sangat ekstrem, bahkan menimbulkan korban,” ucapnya.
BNPT, tambah Boy, berkoordinasi pula dengan aparat penegak hukum untuk memberlakukan UU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme dalam menangani KKB.
“Karena penerapan pasal-pasal itu tidak bisa dilakukan oleh BNPT, maka BNPT tidak melakukan yang bersifat pro justitia, jadi BNPT hanya mengkoordinasikan,” katanya.
Ia pun berharap adanya sebuah tindakan yang cukup terukur yang diambil pemerintah dengan prinsip kehati-hatian yang tinggi.
Tindakan tersebut jangan sampai menyasar pihak-pihak yang tidak berkompeten dalam menangani KKB di Papua agar tidak menjadi penyalahgunaan kekuasaan dan melanggar hak asasi manusia (HAM).
Menurutnya, yang terpenting adalah proses yang dilakukan terkait penegakan hukum terhadap kelompok KKB merupakan sesuatu yang harus dilakukan.
“Karena memang apabila kita biarkan, kita diamkan juga terjadi pelanggaran HAM. Apabila kita lakukan dengan tidak hati-hati dalam hal ini bisa menjadi sebuah potensi abuse of power,” tegas Boy.
(Budis)