BANDUNG. SUARMAHASISWAAWARDS — Di sudut studio mungil berlantai kayu di bilangan Yogyakarta, deru mesin jahit bersahutan dengan denting musik klasik yang mengalun pelan. Di sana, seorang perempuan muda sibuk memotong kain dari tumpukan tekstil bekas. Namanya Nara Kirana, 27 tahun, desainer yang memilih jalan berbeda: menjadikan sisa kain sebagai inti kreativitasnya.
“Saya ingin membuat sesuatu yang indah tanpa harus menciptakan limbah baru,” ujarnya sambil menunjukkan sebuah jaket yang terbuat dari patchwork denim bekas. Label miliknya, “Tumbuh”, kini menjadi sorotan di kalangan pecinta fashion ramah lingkungan.
Semua dimulai dari keresahan saat Nara bekerja di sebuah brand besar di Jakarta. Ia menyaksikan bagaimana limbah tekstil menumpuk, tak terpakai. “Saya merasa bersalah karena ikut menjadi bagian dari industri yang banyak merusak,” katanya lirih.
Pada 2021, ia memutuskan kembali ke kampung halamannya dan memulai dari nol. Ia menggandeng para penjahit lokal dan ibu-ibu rumah tangga untuk mengolah limbah kain menjadi busana yang punya nilai seni dan cerita.
Setiap potongannya bukan sekadar pakaian, tapi karya yang bercerita—tentang tangan-tangan yang menjahitnya, tentang warna yang dipilih dari pewarna alami, dan tentang filosofi hidup berkelanjutan.
Kini, karya Nara telah melanglang ke berbagai pameran di Asia. Namun ia tetap rendah hati. “Fashion harus kembali pada esensinya: mengekspresikan diri tanpa harus merusak bumi,” katanya sambil tersenyum.
(Kamila Nabila/UNIKOM)