BANDUNG,TEROPONGMEDIA.ID — Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kota Bandung mengungkapkan masyarakat harus berpartisipasi mengawasi pada tahapan Pemuktahiran dan Penyusunan Daftar Terpilih pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024.
Hal tersebut diungkapkan Koordinator Divisi Hukum dan Penyelesaian Sengketa Bawaslu Kota Bandung, M Sopian di Jalan Soekarno-Hatta No 273, Kota Bandung pada Sabtu (8/6/2024).
“Untuk pemutakhiran ini yang kita khawatirin adalah hasil pengawasannya, karena kita memang mempunyai pengawas di tingkat kelurahan itu cuma satu, sedangkan untuk petugas pemutakhiran itu lebih dari satu,” kata Sopian
Selain itu, dirinya menyebut, bantuan dari masyarakat untuk berani ataupun melaporkan bila memang ada indikasi pelanggaran atau ketidaksesuaian data.
Lalu, ada beberapa isu krusial dalam tahapan tersebut Daftar Pemilih Tetap (DPT) tiap TPS di Pilkada maksimal 600 dari semula maksimal 300 di Pemilu. Artinya, dalam 1 RW semula ada 2-3 TPS DPT 200-300, kini hanya 1 TPS dengan 600 DPT.
“Kami sebagai palaksana mengawasi KPU, itu sudah diatur dalam KPU. Jadi berapa pun TPS-nya kami selaku pengawas tentu akan mengikutinya dan juga siap untuk mengawasi,” ucapnya.
BACA JUGA: Kata Bawaslu Kota Bandung Katanya Ada TPS Kurang Surat Suara dan Tertukar
Sementara itu, Perkumpulan pemantau Pemilu di Kota Bandung bernama Meswara, Mega Nugraha Sukarna menyebut yang dikhawatirkan dari angka tersebut tugas anggota KPPS menjadi kewalahan seperti hal nya pada saat Pemilu lalu.
“Jumlah DPT per TPS lebih banyak dibanding pemilu 2024, karena pemilu 2024 kan 300, sekarang 600. Meskipun dua kotak, tetap saja jumlahnya sama. Kotak pemilu 2024 kan 300 x 5 dalam 1 TPS, DPT maksimal 600 x 2 kotak suara, jadi sekitar seribuan, sama-sama saja sebenarnya,” katanya
Menurutnya, dimungkinkan warga dalam 1 RW harus mencoblos ke TPS di luar RW nya karena menyesuaikan denganjumlah DPT per TPS.
Mega mencontohkan, dalam 1 RW ada warga 620 orang, selisih 20 pemilih dipindah ke TPS di luar TPS dekat tempattinggalnya.
“Potensi kerawanannya, warga jadi malas ke TPS karena jauh dari rumah sehingga tingkat partisipasi menurun,” ucapnya
Selain itu, dirinya juga menegaskan, pelanggaran seperti joki coklit, memasukan data palsu hal tersebut masuk kepada pidana Pemilu.
“Undang-Undang Pilkada itu ada pasal 177, 177A, 177B, 178, itu beberapa ketentuan pidana di Undang-Undang Pilkada yang mengatur soal larangan memasukkan data pemilih, menghilangkan atau membuat perbuatan melawan hukum yang berakibat pada kehilangannya daftar pemilih,” ujarnya
Oleh karena itu, perlindungan data pribadi dalam proses pencalonan perseorangan harus disoroti. Sebab, di Jawa Barat ada lima daerah perseorangan atau non-partai.
“Isu krusial lainnya, untuk daerah yang ada perseorangannya itu semuanya pakai KTP. Sejauh ini saya lihat belum ada regulasi soal dukungan ini, apakah KTP-nya dikamankan? sampai kapan atau disimpan,” ungkapnya
“Kalau disimpan apa ada jaminan data pribadi tidak diselewengkan, apalagi nanti KTP itu di-upload ke Silon terus keamanannya bagaimana?,” sambungnya
Oleh sebab itu, menurutnya, harus ada regulasi dari KPU yang mengatur soal batas waktu penggunaan data pribadi untuk calon perseorangan.
“Supaya nanti tidak ada penggunaan data pribadi. KTP ini dilindungi Undang-Undang Penglindungan Data Pribadi termasuk data pribadi yang memuat nama nomor induk KTP, jenis kelamin, kewarganegaraan, agama, dan alamat,” imbuhnya
Lalu menurutnya, masa pemenuhan persyaratan dukungan pasangan calon perseorangan pada Agustus mendatang menjadi hal yang rawan.
“Ini juga rawan. Biasanya ada permainan supaya lolos, yang tidak memenuhi syarat nanti bisa jadi divalidkan. Soalnya ini petugasnya di Panitia Pemungutan Suara (PPS),” pungkasnya
Hematnya, PPS merupakan ujung tombak untuk verifikasi faktual syarat calon dukungan.
(Rizky Iman/Usk)