JAKARTA, TEROPONGMEDIA.ID — Anggota Komisi II DPR RI, Muhammad Khozin, mendesak pemerintah pusat segera merespons fenomena lonjakan tarif Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) yang mulai marak di sejumlah daerah. Menurutnya, kenaikan tarif pajak PBB tersebut berpotensi menimbulkan beban berat bagi masyarakat.
Khozin menjelaskan, tren kenaikan PBB-P2 terjadi karena sebagian kepala daerah berupaya meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) guna mendukung belanja daerah.
“Kenaikan PBB-P2 merupakan ikhtiar daerah untuk menaikkan PAD demi kepentingan pembiayaan pembangunan di wilayah masing-masing,” ujar Khozin di Jakarta, Kamis (14/8/2025).
Faktor Pemicu Kenaikan Tarif PBB
Ia mengatakan, sebagian besar lonjakan tarif dipicu penundaan penyesuaian pajak selama bertahun-tahun. Alhasil, ketika penyesuaian dilakukan, kenaikannya menjadi sangat besar.
Selain itu, ia menyoroti kenaikan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) yang ditetapkan berdasarkan penilaian tim appraisal, namun dinilai tidak akurat dan tidak mencerminkan kondisi riil di lapangan.
“Pemicunya beragam di tiap daerah, mulai dari keterlambatan penyesuaian tarif, kenaikan NJOP yang tidak akurat, hingga tekanan kebutuhan keuangan daerah,” jelasnya.
Khozin menilai fenomena ini juga terkait pemberlakuan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah (HKPD). Pasal 41 ayat (2) UU tersebut mengubah batas maksimum tarif PBB-P2 dari 0,3 persen menjadi 0,5 persen. Perubahan ini memberi ruang bagi pemerintah daerah untuk menaikkan tarif lebih tinggi jika dianggap perlu.
Baca Juga:
Bukan Hanya Pati, Kota dan Kabupaten Ini Juga Disebut Naikkan Pajak PBB
Pemakzulan Bupati Pati: Ini 3 Partai Pengusung Sudewo di Pilkada 2024, Ada PSI!
Menurut Khozin, kenaikan tarif PBB-P2 tidak lepas dari beban keuangan daerah. Karena itu, Komisi II DPR bersama Menteri Dalam Negeri tengah menyusun formula untuk memperbaiki tata kelola Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) sebagai salah satu sumber pendapatan.
“Sejak awal tahun, kami intens membahas perbaikan tata kelola BUMD. Opsi yang dipertimbangkan termasuk membuat UU khusus tata kelola BUMD agar bisa menjadi sumber penerimaan yang stabil bagi daerah,” pungkasnya.
(Dist)