KAIRO,TM.ID: Agenda kegiatan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) perdamaian yang digelar di Kairo, Mesir, Sabtu (21/10) kemarin dihadiri para pemimpin Arab. Namun dalam pertemuan KTT itu berakhir tanpa adanya kesepakatan soal konflik yang terjadi antara Palestina dengan Israel.
Para diplomat yang hadir dalam perundingan itu merasa pesimis akan adanya terobosan, karena Israel mempersiapkan invasi darat ke Gaza dengan tujuan untuk memusnahkan kelompok militan Palestina Hamas.
Kecaman pun datang dari Raja Yordania, Abdullah, apa yang disebutnya keheningan global mengenai serangan Israel, yang telah menewaskan ribuan orang di Gaza yang dikuasai Hamas hingga menyebabkan lebih dari satu juta orang kehilangan tempat tinggal. Dia juga turut mendesak pendekatan yang adil terhadap konflik di wilayah tersebut.
BACA JUGA: Pasukan Berkuda Turut Ambil Sikap saat Aksi Solidaritas Palestina di Kota Bandung Bergema
“Pesan yang didengar dunia Arab adalah bahwa nyawa orang Palestina tidak begitu berarti dibandingkan nyawa orang Israel,” begitu kata dia.
Dia pun sangat berduka atas tindakan kekerasan yang dilakukan terhadap warga sipil tak berdosa di Gaza, Tepi Barat yang kini diduduki Israel.
Presiden Palestina, Mahmoud Abbas secara tegas mengatakan kalau rakyat Palestina tidak akan terusir atau diusir dari tanah mereka sendiri.
“Kami tidak akan pergi, kami tidak akan pergi,” tegas Abbas dalam pertemuan itu.
Pertemuan tersebut tersebut dimaksudkan untuk menjajaki cara mencegah perang regional yang lebih besar dan luas. Hanya saja para diplomat tahu, kalau kesepakatan publik bakalan sulit dicapai. Faktor itu terjadi karena adanya sensitivitas seputar seruan gencatan senjata, apakah akan menyertakan penyebutan serangan Hamas dan hak Israel untuk mempertahankan diri.
BACA JUGA: Aksi Bela Palestina Jabar, Minta Bebaskan dari Jajahan Israel: Kirim Relawan ke Sana
Kemudian negara-negara Arab khawatir kalau serangan itu bakalan membuat penduduk Gaza meninggalkan rumah mereka secara permanen. Bahkan pergi ke negara-negara tetangga, seperti yang terjadi ketika warga Palestina melarikan diri atau dipaksa meninggalkan rumah mereka di perang tahun 1948 usai pasca berdirinya negara Israel.