BANDUNG, TEROPONGMEDIA.ID – Sebuah era dominasi akhirnya terhenti di lapangan merah Roland Garros. Setelah 26 kemenangan beruntun dan empat gelar juara French Open, Iga Swiatek, si penguasa mutlak Paris selama lima tahun terakhir, harus menyerah di hadapan pemain yang sedang berada di puncak performanya, Aryna Sabalenka.
Dalam laga semifinal penuh intensitas pada French Open 2025, Sabalenka, petenis peringkat satu dunia, sukses membungkam Swiatek dalam tiga set dramatis: 7-6, 4-6, 6-0.
Kemenangan ini bukan sekadar tiket menuju final Grand Slam pertamanya di Roland Garros, tetapi juga menjadi simbol perubahan kekuatan di dunia tenis putri.
Swiatek, unggulan kelima tahun ini, dikenal sebagai kekuatan tak tergoyahkan di Roland Garros, dengan tiga gelar beruntun sejak 2022 dan satu tambahan dari tahun 2020.
Namun, Sabalenka tampil seperti petenis yang berbeda, lebih tajam, lebih percaya diri, dan tak gentar di hadapan sang legenda.
“Saya sangat bangga. Menundukkan Iga di sini, di Roland Garros, itu sesuatu yang luar biasa. Saya pernah merasa clay bukan lapangan terbaik saya. Tapi kini saya benar-benar mulai menikmatinya,” katanya.
Sabalenka, yang juga menjadi finalis di Australian Open awal tahun ini, telah menunjukkan konsistensi luar biasa di level tertinggi.
Ia kini telah melaju ke tiga final Grand Slam secara beruntun (US Open 2024, Australian Open 2025, dan French Open 2025), sebuah pencapaian yang terakhir kali diraih Serena Williams pada 2016.
Baca Juga:
Aryna Sabalenka Kunci Posisi Nomor Satu Dunia
Dengan kemenangan atas Swiatek, petenis Belarus itu mencatat kemenangan Grand Slam ke-40 musim ini, memperpanjang rekor tak terkalahkannya di lima semifinal Grand Slam terakhir.
Kini, hanya satu ujian tersisa: final menghadapi Cori “Coco” Gauff, unggulan kedua. Head-to-head keduanya sejauh ini seimbang, 5-5, dan sama kuat di ajang Grand Slam (1-1).
Namun dengan aura kemenangan di Roland Garros, Sabalenka kini tak lagi sekadar “power player dari hard court”. Ia telah menunjukkan bahwa dirinya mampu menjinakkan lapangan tanah liat dan mengalahkan ratu clay sendiri.
Swiatek datang ke Paris tanpa satu pun gelar clay court musim ini, sesuatu yang belum terjadi sejak 2020 dan untuk pertama kalinya terlihat goyah di permukaan favoritnya.
Sebaliknya, Sabalenka tiba dengan modal tiga gelar musim ini, termasuk di Madrid, dan semakin percaya diri dengan kemampuan adaptasinya.
(Budis)