JAKARTA,TM.id : Dalam pengelolaan risiko kepariwisataan, sangat dibutuhkan komunikasi krisis karena industri pariwisata terhitung paling rentan akan bencana alam maupun non alam.
“Komunikasi krisis yang tepat dapat mengurangi suatu isu berkembang menjadi semakin besar, baik komunikasi di tahap kesiapsiagaan, tanggap darurat, pemulihan, dan juga normalisasi,” tegas Kepala Biro Komunikasi Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif I Gusti Ayu Dewi Hendriyani di Jakarta, seperti dilansir Antara, Senin (19/12/2022).
I Gusti Ayu Dewi menyampaikan itu di dalam diskusi “Destinasi dan Industri” dalam “Rapat Koordinasi Nasional Pariwisata dan Ekonomi Kreatif 2022” di Jakarta.
Berdasarkan hal tersebut, pihaknya memiliki manajemen krisis kepariwisataan di mana Birkom Kemenparekraf berperan memaksimalkan publikasi crisis center Kemenparekraf yang mencakup pengelolaan manajemen krisis kepariwisataan nan utuh.
Pengelolaan manajemen krisis kepariwisataan Kemenparekraf berjalan dalam empat fase. Pertama adalah kesiapsiagaan yang merupakan fase ketika kinerja ekosistem parekraf berjalan normal/pra krisis, sehingga upaya yang dilakukan lebih kepada kesiapsiagaan dan mitigasi krisis.
Dalam fase ini, Birkom Kemenparekraf melakukan deteksi isu-isu yang berpotensi menimbulkan krisis terhadap kegiatan parekraf dan mengomunikasikan hasil inventarisasi potensi krisis kepariwisataan kepada pemangku kepentingan melalui fungsi koordinasi.
“Selain itu, pemuatan konten yang sifatnya informasi, edukasi, mengarahkan pada tindakan call to action melalui pemanfaatan media sosial resmi Kemenparekraf, serta kanal lainnya untuk menimbulkan kesadaran masyarakat luas sebagai bagian dari pembentukan kesadaran publik,” ungkap dia.
Selanjutnya adalah fase tanggap darurat yang memerlukan tindakan penanganan sesegera mungkin. Salah satu yang dilakukan Birkom Kemenparekraf adalah memproduksi siaran pers yang menjadi pernyataan resmi Kemenparekraf sebagai bahan informasi kepada seluruh pemangku kepentingan parekraf.
Ketiga adalah fase tahap pemulihan yang dilaksanakan dengan pemulihan pemasaran terkait pembuatan konten pencitraan dari satu destinasi.
BACA JUGA : Indonesia Krisis Dokter Spesialis, Menkes Buka suara
“Informasi tersebut didiseminasikan dalam berbagai format konten seperti konten media sosial, konten artikel, siaran pers melalui berbagai angle pemberitaan,” kata I Gusti Ayu.
Terakhir adalah fase normalisasi, di mana kinerja ekosistem parekraf mulai diupayakan berjalan kembali secara normal pasca krisis. Kolaborasi dijalankan dengan pihak internal dan eksternal Kemenparekraf.
Dewi mengatakan bahwa tantangan komunikasi krisis kepariwisataan saat ini pun semakin besar. Karena itu, penting untuk melakukan adaptasi, inovasi dan kolaborasi dengan berbagai pihak.
“(Penyebaran) informasi harus masif dilakukan, termasuk edukasi agar masyarakat juga wisatawan aware terhadap potensi krisis akibat bencana,” ujar Kepala Birkom Kemenparekraf,”
(Budis)