BANDUNG, SUAR MAHASISWA AWARDS — Namaku plastik, aku adalah buah dari rasa ingin tahu manusia yang ingin menyelamatkan hutan.
Dulu sekali kantong kertas adalah satu satunya wadah jika manusia berbelanja, tapi kertas mudah koyak, dan sering diproduksi sehingga hutan banyak yang tergerus.
Namaku plastik, dan aku lahir bukan dari rahim alam, tapi dari tangan-tangan mereka yang ingin menciptakan keabadian. Perjalananku dimulai pada
tahun 1862, saat Alexander Parkes menciptakan cikal bakal diriku yang ia sebut Parkesine. Aku masih mentah waktu itu—rapuh dan mahal. Tak lama kemudian, John Wesley Hyatt memberiku bentuk yang lebih stabil. Ia ingin menyelamatkan gajah dari pembantaian, karena pada saat itu gadingnya digunakan sebagai wadah bagi manusia. dan aku dijadikan pengganti gading.
Aku pun disambut sebagai pahlawan. Lalu muncullah Baekeland yang menjadikanku keras, kuat, tahan panas, dan serbaguna—aku menjadi Bakelite, plastik pertama yang benar-benar
sintetis.
Manusia jatuh cinta padaku. Aku bisa berubah jadi apa saja—kantong, mainan, kabel, hingga tubuh mobil. Aku tumbuh di mana-mana. Dan—Ah, senang sekali mengingat momen itu. Aku banyak digemari banyak kalangan manusia karena bermanfaat, senang rasanya menjadi bermanfaat bagi manusia. Kini aku tak lagi disambut seperti dulu. Aku dikutuk. Aku dibenci. Manusia mulai sadar—aku tidak pergi, tidak membusuk, tidak lenyap. Aku hanya berpindah tempat:
dari kantong belanja ke tumpukan sampah, dari lautan ke tubuh ikan, dari makanan ke dalam darah manusia. Aku masuk ke paru-paru mereka dalam bentuk debu. Aku berenang di sungai
yang dulunya jernih. Aku bahkan hidup di rahim ibu-ibu yang tak tahu bahwa janinnya dikelilingi oleh pecahanku yang tak terlihat. Dan jika manusia tak berubah, aku akan terus ada. Lebih halus. Lebih kecil. Lebih dalam. Hingga suatu hari, mereka tidak lagi bisa membedakan mana tubuh mereka…
dan mana aku.
Ironinya, manusia membuang teman temanku dengan memasukannya kedalam tubuhku lalu dibuang bersamaan.
Aku adalah warisan yang tak mati. Aku plastik. Tak pernah sebelumnya terbayangkan bahwa aku akan menjadi malapetaka, aku sangat sedih. Aku yang awalnya diciptakan untuk menyelamatkan bumi dari deforestasi, aku sendiri pula yang menghancurkannya.
Bukan hanya tanah, tapi lautan juga. Sekarang di great pacific banyak teman temanku yang terbuang dan menjadi pulau disana, tidak sedikit juga temanku yang bernama sedotan sering bersarang di hidung penyu laut. Aku sangat sedih karena keanekaragaman hayati tergerus okehku.
Bukan hanya merusak lingkungan, aku juga memberi racun kepada manusia. Jika saja aku dapat berbicara kepada manusia. Ini adalah pesanku untuknya;
“Aku yang awalnya utuh, sekarang hanya serpihan kecil yang bernama mikroplastik— pecahan dari botol minum manusia yang di buang sembarangan, dari sedotan yang manusia pakai sekali lalu tinggalkan, dari kantong belanja yang terkoyak lalu menghilang. Aku mengembara dari sungai ke laut, dari udara ke tanah. Tanpa manusia sadari, dan aku menyusup ke tubuh manusia.
Aku ikut dalam air minum manusia. Masuk lewat ikan yang manusia santap. Mengendap di garam yang manusia tabur ke masakannya. Aku kecil, tapi jangan kau remehkan.
Di dalam tubuh manusia, aku tak sekadar lewat. Aku tinggal. Menempel di usus manusia, mengalir di darah manusia. Kadang kala kami menjadi satu kesatuan dengan unsur lainnya seperti logam berat, pestisida, bahan kimia. Kami bukan hanya sampah, kami bisa menjadi racun yang mematikan.
Manusia merasa pusing, gampang lelah, sulit tidur? Mungkin bukan aku satu-satunya penyebab, tapi aku bagian dari cerita itu. Para peneliti mulai mencurigai kami, mikroplastik, mungkin berperan dalam peradangan, kanker, bahkan gangguan hormon dan kesuburan.
Mungkin sekarang, perut manusia tak nyaman lagi karena aku terpaksa menghambat pencernaannya, manusia tak lagi damai karena aku memblokir jalan pernafasannya dan bahkan aku hinggap di paru-paru manusia.
Manusia lemah, karena imun tubuhnya tergoyahkan olehku. Dimasa depan mungkin reproduksi manusia tersela karena aku mengurangi kesuburannya, benih manusia mengurangi kualitasnya dan mungkin saja anak cucunya cacat saat lahir.
Kemudian aku bertransformasi menjadi kanker paru-paru, kanker usus besar, kanker payudara dan kanker prostat.
Ketahuilah keberadaanku, aku datang dan hinggap di dalam tubuhmu”
Apa yang sedang aku lakukan ya tuhan, sebenarnya aku tidak ingin merugikan bagi alam semesta dan seisinya, tapi mau bagaimana lagi. Mereka (manusia) terus menerus menciptakan aku dan teman teman, jika aku diciptakan hanya untuk merusak, lebih baik aku tidak pernah diciptakan sama sekali.
Tapi di Indonesia sendiri, aku diciptkana banyak sekali setiap tahunnya. Di Cilegon, Banten. Kapasitas produksi saat ini mencapai 590.000 ton/tahun, naik dari sebelumnya yang hanya 480.000 ton melalui beberapa tahap peningkatan kapasitas.
Di Balongan, Indramayu. Saat ini kapasitarnya sekitar 300.000 t/tahun, dan katanya sedang merencanakan ekspansi menjadi 600.000 t/tahun pada 2027, menjadikannya calon produsen PP terbesar jika terealisasi.
Sedangkan tempat lahirku di Plaju, Sumatera Selatan, aku dan teman teman diciptakan dengan kapasitas kecil yaitu 45.000 t/tahun.
Muak, sungguh aku sangat muak dengan keadaan ini. aku diam, aku dipakai, lalu aku disalahkan. Aku tak dapat berbicara klarifikasi, dan disisi lain aku dan teman teman terus menerus diciptakan. Jika sudah seperti ini siapa yang harus disalahkan yaa tuhan. Aku, atau mereka (manusia)
Penulis:
Rahmat Abdul Fatih