JAKARTA,TM.ID: Kepala Ekonom Asia The Hong Kong and Shanghai Banking Corporation (HSBC), Frederic Neumann mengatakan, pembukaan kembali ekonomi Tiongkok bakal menjadi tren posistif bagi perekonomian Asia.
“Kita melihat jalan yang lebih halus, pengaturan stabilisasi dengan cukup cepat, dan stabilisasi pertumbuhan ekonomi negara-negara Asia dibantu oleh pembukaan kembali ekonomi Tiongkok,” kata Frederic dalam media briefing “Asian Outlook 2023” yang dipantau secara daring di Jakarta, Senin (16/1/2023).
Frederic mengatakan, 2023 diwarnai oleh pengetatan kebijakan moneter sebagai respons atas meningkatnya tekanan inflasi di seluruh Asia dan dunia, khususnya respons dalam bentuk menaikkan suku bunga acuan.
BACA JUGA: Mendag: Kontribusi Impor Barang Konsumsi Relatif Rendah
Oleh karenanya, pembukaan kembali ekonomi Negeri Panda itu membantu lebih banyak wilayah di Asia dalam segi perdagangan.
Diketahui, Tiongkok merupakan mitra dagang terpenting bagi banyak ekonomi Asia. Dengan begitu meski negara-negara maju lainnya tidak pulih dengan cepat, pembukaan ekonomi Tiongkok akan membantu siklus perdagangan regional hingga pariwisata.
Frederic menilai, pembukaan kembali ekonomi Tiongkok akan mendukung pasar komoditas beberapa negara di Asia dan Pasifik, seperti Australia, Selandia Baru, dan Indonesia.
Faktor lainnya yang membantu stabilisasi ekonomi Asia adalah tekanan inflasi yang lebih rendah sehingga memungkinkan bank-bank sentral di seluruh Asia untuk mengetatkan kebijakannya paling lambat sampai pertengahan tahun ini.
“Asia tidak memiliki bank sentral yang terus memperketat kebijakannya melampaui kuartal kedua tahun ini. Penghentian kebijakan moneter itu benar-benar akan memberi kita ruang bernapas selama paruh kedua tahun ini,” kata dia.
Dia juga menyebut, tren relokasi penanaman modal asing yang terus berlanjut pun akan memperkuat ekonomi kawasan Asia, khususnya ke Asia Tenggara dan Asia Selatan.
Investasi asing langsung ke tempat-tempat seperti Vietnam, Malaysia, Singapura, dan India tetap akan sangat kuat. Bahkan jika lingkungan pertumbuhan global cukup lemah.
Dengan demikian tren tersebut merupakan bukti daya saing manufaktur yang sedang berlangsung di Asia.
(Agung)