JAKARTA, TEROPONGMEDIA.ID — Kekecewaan peternak sapi perah Indonesia terkait kebijakan liar impor susu sapi, berujung pada desakan legislatif untuk menghidupkan lagi Instruksi Presiden (Inpres) mengenai Persusuan Nasional era Presiden Soeharto.
Anggota Komisi VI DPR RI Amin Ak menegaskan dukungannya secara penuh akan upaya menghidupkan lagi Inpres Persusuan Nasional tersebut.
Pada era Presiden Soeharto, Inpres No 2/1985 benar-benar berpihak pada peternak sapi perah lokal. Korporasi boleh mengimpor susu sesuai kebutuhan, tetapi wajib menyerap susu segar produksi lokal terlebih dulu.
Amin mengatakan, kebijakan ini tidak sebatas meningkatkan produksi dan konsumsi susu nasional. Lebih penting adalah memangkas ketergantungan pada impor guna mendukung kesejahteraan peternak sapi perah lokal.
“Penerbitan Inpres tersebut harus disertai dengan penyusunan roadmap transformasi rantai pasok dan pemasaran susu lokal,” ujar Amin, mengutip Parlementaria, Selasa (19/11/2024).
Legislator Fraksi PKS itu mengambil contoh industri susu Selandia Baru dan Australia yang maju berkat dukungan rantai pasok yang efisien.
Menurutnya, kondisi tersebut memungkinkan susu segar produk dalam negeri mereka tidak terbuang siasia karena tergerus susu impor. Itulah yang menjadikan kualitas dan kesegaran produk susu mereka tetap terjaga.
“Sebagai bagian dari transformasi ini, harus ada investasi dalam infrastruktur rantai dingin (cold chain),” tambahnya.
Col chain merupakan faktor esensial untuk penyebaran cepat susu segar ke konsumen atau pabrik pengolahan. Indonesia pun harus memperketat pengawasan kualitas susu segar dengan menerapkan standar internasional.
Tujuannya, agar produk susu lokal dapat bersaing di pasar global. Dengan transformasi rantai pasok ini, peternak akan terdorong meningkatkan kualitas ternak dan produk susu mereka sesuai standar internasional.
“Sehingga produksi susu berkualitas akan meningkat,” tegas Amin.
BACA JUGA: Kasus Buang Susu di Boyolali Viral, Kemenkop Buka Suara
Data BPS Produksi Susu Domestik
Merujuk Data Badan Pusat Statistik (BPS), produksi susu domestik masih rendah, rata-rata sekitar 900.000 ton per tahun. Jumlah itu hanya memenuhi sekitar 20 persen dari kebutuhan nasional yang mencapai 4,4 juta ton setiap tahunnya.
Amin menggarisbawahi bahwa Inpres susu ini dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan peternak sapi perah Indonesia.
Itulah penyebab meningkatnya impor susu dari tahun ke tahun karena kualitas sapi perah lokal yang terus menurun. Lebih oarahnya lagi, perlindungan bagi peternak dalam menghadapi produk impor sangat minim.
Politisi Fraksi PKS ini menggarisbawahi bahwa Inpres susu ini dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan peternak sapi perah Indonesia.
Dukungan dalam bentuk teknologi, akses kredit, dan infrastruktur pemasaran akan menjadi insentif bagi peternak lokal.
Dengan demikian, aktivasi Inpres era Soeharto tersebut, harpannya dapat mendorong pertumbuhan industri susu nasional.
Kebijakan yang mendukung industri susu dalam negeri juga akan memacu pengembangan produk turunan susu seperti keju, yogurt, dan mentega.
Bahan baku susu untuk produk turunan tersebut sampai sejauh ini sebagian besar masih mengandalkan pasokan diimpor.
Selain itu, kebijakan persusuan nasional membuka lebih banyak lapangan pekerjaan di sektor peternakan sapi perah.
“Mulai dari pengelolaan peternakan, distribusi, hingga pengolahan susu. Ini akan membantu mengurangi pengangguran, terutama di wilayah pedesaan,” tutup Amin.
(Aak)