BANDUNG, TEROPONGMEDIA.ID — Di zaman anak-anak lebih akrab dengan gawai dibanding tanah lapang, permainan tradisional seperti jadi artefak hidup yang mulai ditinggalkan. Simak ulasan mengenai permainan tradisional Jawa Barat yang hampir punah.
Padahal, permainan anak-anak di tanah Sunda bukan hanya hiburan sore, tapi juga sarana pendidikan, pelestarian budaya, bahkan ritual sosial.
Berikut lima permainan tradisional dari Jawa Barat yang dulunya sangat populer, lengkap dengan sejarah dan filosofi yang mengiringinya:
- Perepet Jengkol
Permainan dua orang ini sekilas tampak sederhana: saling mengaitkan telapak kaki lalu mendorong satu sama lain sambil menyanyikan lagu “perepet jengkol, jengkol peureu, jengkol peureu…”. Tapi di balik gerakan itu, tersimpan filosofi mendalam. Menurut penelitian Hidayat (2013), perepet jengkol merupakan bagian dari budaya agraris masyarakat Sunda, dimainkan untuk melatih ketahanan tubuh sekaligus memperkuat hubungan antar-anak di satu komunitas. Lagu yang dinyanyikan pun bersifat repetitif, menunjukkan nilai-nilai kesabaran dan ketekunan. Dulu, permainan ini jadi ritual wajib anak-anak sebelum musim panen tiba, semacam pelepas penat sekaligus simbol keharmonisan desa. - Bebentengan
Dikenal juga dengan nama Bentengan, permainan ini melibatkan dua kelompok anak yang menjaga “benteng” masing-masing. Setiap tim berusaha menyentuh benteng lawan sambil menghindari sentuhan dari anggota tim lawan. Dalam catatan Mulyana dan Lengkana (2019), permainan ini muncul di era kolonial dan sempat menjadi sarana pelatihan fisik tak langsung bagi anak-anak desa. Nilai-nilai seperti taktik, keberanian, dan solidaritas jadi sangat menonjol. Bahkan di beberapa komunitas, bebentengan dianggap sebagai bentuk simulasi pertahanan kampung. Tak heran jika ia diajarkan sebagai bagian dari pendidikan informal anak laki-laki di masa lalu. - Ucing Sumput
Versi lokal dari petak umpet ini sudah dimainkan jauh sebelum istilah “petak umpet” dikenal secara nasional. Yang menarik, permainan ini tidak hanya mengandalkan keterampilan bersembunyi, tapi juga daya ingat. Pemain yang menjadi “ucing” harus menyebutkan nama setiap orang yang ditemukan. Dalam komunitas adat seperti Kampung Dukuh di Garut Selatan, permainan ini menjadi media untuk memperkuat ingatan kolektif anak-anak akan nama dan relasi sosial antarwarga kampung (Hidayat, 2013). Dalam masyarakat Sunda yang sangat menjunjung prinsip silih asah, silih asih, silih asuh, permainan ini jadi latihan awal untuk mengenal dan menjaga hubungan sosial. - Oray-orayan
Permainan ini biasanya dimainkan secara berkelompok, membentuk barisan memanjang seperti ular (oray), dipimpin satu orang yang jadi “kepala”. Anak-anak bernyanyi sambil bergerak berputar dan saling mengejar ekor barisan. Menurut tradisi lisan di beberapa desa di Tasikmalaya dan Cianjur, oray-orayan dulunya dimainkan saat panen raya atau ritual desa sebagai simbol dari dinamika hidup dan kerja sama kelompok. Gerakan berkelok melambangkan liku kehidupan, sedangkan nyanyiannya mengandung doa-doa kesejahteraan yang bersifat simbolik. - Cing Ciripit
Permainan duduk melingkar ini seringkali diselingi tawa dan jerit kecil. Satu anak menjepit tangan temannya sambil menyanyikan lagu “cing ciripit, tulang bajing kacapit…” sambil menebak siapa yang menjepit tangannya. Permainan ini dipercaya berasal dari tradisi rakyat di daerah Bandung dan sekitarnya. Menurut penelusuran Mulyana (2019), cing ciripit bukan hanya sekadar permainan sensorik, tapi juga bentuk edukasi dini untuk mengenali ekspresi wajah, gerakan tubuh, dan intuisi sosial. Lagu-lagu dalam permainan ini biasanya mengandung unsur humor sekaligus kritik halus terhadap kehidupan sehari-hari.
BACA JUGA
Gelar Seni Budaya Kalteng 2025: Launching Taman Budaya dan Pementasan 10 Sanggar
Permainan-permainan tradisional Jawa Barat ini tidak lahir dari ruang kosong. Mereka tumbuh dari tanah, suara ibu, ritual desa, dan hubungan sosial masyarakat Sunda yang hidup secara komunal.
Sayangnya, kini hanya tersisa di festival budaya atau dokumentasi akademik. Jika tidak dijaga, bukan tidak mungkin mereka tinggal jadi nama tanpa makna.
Sumber: Hidayat, D. (2013). Permainan tradisional dan kearifan lokal kampung dukuh garut selatan jawa barat. Academica: Majalah Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, 5(2), 28493.; Mulyana, Y., & Lengkana, A. S. (2019). Permainan tradisional. Salam Insan Mulia.
(Daniel Oktorio Saragih/Magang/Aak)