Waspada Duck Syndrome, Tenang tapi Tertekan!

Penulis: Anisa

duck syndrome
(Freepik)
[galeri_foto] [youtube_embed]

Bagikan

BANDUNG, TEROPONGMEDIA.ID — Duck syndrome adalah istilah yang mengacu pada kondisi di mana seseorang terlihat tenang dan sukses dari luar, tetapi sebenarnya sedang berjuang keras menghadapi banyak masalah.

Istilah ini pertama kali diperkenalkan oleh Universitas Stanford dan menggambarkan kondisi yang sering dialami oleh para mahasiswanya.

Istilah “sindrom bebek” ini diambil dari analogi seekor bebek yang terlihat tenang saat berenang di permukaan air, tetapi di bawah permukaan, kakinya mengayuh dengan cepat dan kacau.

Sindrom ini umumnya dialami oleh remaja dan dewasa muda yang bersekolah atau baru memulai karir.

Penyebab 

Duck syndrome berawal dari masa sekolah menengah, ketika seseorang terbiasa menerima pujian dan pengakuan atas prestasinya.

Ketika mereka melanjutkan ke perguruan tinggi, tekanan untuk mempertahankan citra sukses tersebut meningkat.

Perbedaan sistem pendidikan, materi yang lebih kompleks, dan tuntutan untuk membangun jaringan pertemanan demi masa depan dapat membuat mereka kewalahan.

Namun, karena takut merusak citra diri, mereka memilih untuk tetap terlihat tenang dan berhasil di hadapan orang lain.

Pengaruh Stres dan Depresi 

Tekanan untuk terus tampak baik-baik saja dapat menyebabkan stres dan depresi. Ketika seseorang terus-menerus berusaha terlihat sempurna sementara mereka sebenarnya kesulitan, hal ini menciptakan beban mental yang berat.

Beban ini bisa berujung pada berbagai masalah kesehatan mental dan fisik, termasuk insomnia, kecemasan, dan bahkan depresi. Mereka mungkin merasa sendirian dan takut untuk membuka diri, karena takut dianggap lemah atau gagal.

BACA JUGA: Perbedaan Sindrom Stockholm dan Trauma Bonding

Faktor Eksternal 

Selain faktor internal, faktor eksternal seperti tekanan dari orang tua dan lingkungan sosial juga dapat memicu sindrom ini.

Orang tua yang selalu mengawasi dan mengendalikan setiap aspek kehidupan anaknya dapat menciptakan perasaan takut gagal.

Lingkungan yang selalu menuntut kesempurnaan dan kesuksesan juga dapat memperparah kondisi ini. Tekanan sosial untuk selalu terlihat sukses di media sosial juga memainkan peran penting dalam memperburuk sindrom ini.

 

(Kaje/Budis)

Baca berita lainnya di Google News dan Whatsapp Channel
Berita Terkait
Berita Terkini
kunjungan pm malaysia-1
Prabowo Sambut Hangat Kedatangan PM Malaysia
Finalis MasterChef Malaysia
Eks Finalis MasterChef Divonis 34 Tahun Penjara Kasus Pembunuhan ART
Suyou
Hero Suyou Mulai Jarang Dipakai di MLBB S37, Kenapa Ya?
Hasto Paw
Disebut sebagai Investor Suap PAW, Hasto Terkena Getah Saiful Bahri?
Ridwan Kamil
Ridwan Kamil Gugat Balik Lisa Mariana Rp105 Miliar, Netizen Ikut Komentar
Berita Lainnya

1

Ida Fauziyah: PKB Lahir dari Rahimnya NU

2

Daftar Pajak Isuzu Panter 2024, Lengkap Semua Tipe!

3

Erwin Gaungkan Perang terhadap Bank Emok: UMKM Harus Naik Kelas, Bukan Terjerat Utang!

4

Setelah Diresmikan Persib, Alfeandra Dewangga Diminta Bobotoh Untuk Hitamkan Rambut

5

Link Live Streaming RB Salzburg vs Real Madrid Piala Dunia Antarklub 2025 Selain Yalla Shoot
Headline
Farhan Akui Bandung Masih Gelap, Segera Perbaiki PJU
Farhan Akui Bandung Masih Gelap, Segera Perbaiki PJU
Skuat Persib Bandung di Piala Presiden Diduga Bocor 
Skuat Persib Bandung di Piala Presiden Diduga Bocor 
Prakiraan Cuaca BMKG
Mau Liburan? Cek Cuaca Hari Ini, Mayoritas Wilayah Indonesia Hujan dan Berawan Tebal
Manchester City
Manchester City Lolos ke Fase Gugur Usai Libas Juventus 5-2 di Piala Dunia Antarklub 2025

Dapatkan fitur lebih lengkap di aplikasi Teropong Media.