BANDUNG, TEROPONGMEDIA.ID — Dalam peringatan Hari Bumi 2025, Indonesia menunjukkan langkah nyata menuju masa depan yang lebih hijau. Salah satunya datang dari Desa Mukti Sari, Kabupaten Kampar, Riau yang membuat penemuan masak tanpa gas LPG.
Desa ini sukses menjalankan transisi energi melalui pemanfaatan limbah peternakan menjadi biogas, menjadikannya sebagai desa percontohan energi mandiri di Tanah Air.
Transisi energi bukan hanya tentang mengurangi ketergantungan pada batubara atau gas alam, tapi juga bagian penting dari upaya global melawan krisis iklim.
Energi fosil yang selama ini digunakan, seperti minyak bumi, batubara, dan gas, terbukti menyumbang emisi gas rumah kaca (GRK) dalam jumlah besar.
Tak ketinggalan, limbah peternakan dan sampah rumah tangga yang tidak terkelola pun turut menjadi penyumbang signifikan perubahan iklim.
Sejalan dengan komitmen dunia lewat Perjanjian Paris 2015, Indonesia pun menargetkan pengurangan emisi GRK hingga 43,20% pada 2030 dengan dukungan internasional.
Komitmen ini tertuang dalam dokumen Enhanced Nationally Determined Contributions (ENDC), dan sektor energi menjadi salah satu pilar utamanya.
Solusi dari Desa
Di tengah isu pemanasan global, PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) bersama Yayasan Rumah Energi menggagas Program Desa Energi Berdikari (DEB) sejak 2022.
Salah satu wilayah yang berhasil menjalankan program ini adalah Desa Mukti Sari, dengan membangun 20 unit biogas dari limbah ternak.
“Hari Bumi adalah momentum yang tepat untuk meneguhkan komitmen Desa Mukti Sari dalam mewujudkan kemandirian energi,” ungkap Krisna Wijaya, Project Manager Biogas Rumah (BIRU), dalam siaran pers, Rabu (23/4/2025).
Dengan biogas, warga tidak lagi bergantung pada gas LPG untuk memasak. Bahkan, limbah biogas atau bio-slurry juga dimanfaatkan menjadi pupuk organik oleh kelompok Biotama Agung Lestari. Ini menciptakan ekonomi sirkular yang ramah lingkungan dan mendongkrak pendapatan warga.
“Kami membuktikan bahwa dengan biogas kami dapat berkontribusi dalam menjaga lingkungan. Sejak ada biogas, limbah organik bisa termanfaatkan sebagai bahan baku,” kata Sudarman, Ketua Kelompok Ternak Bhina Mukti Sari.
Baca Juga:
Kesenian Badeng, Jejak Syiar Para Wali di Desa Sanding Garut
Jejak Sejarah dan Pelestarian Seni Beluk di Desa Ciapus Banjaran
Kolaborasi Lokal, Dampak Global
Kepala Desa Mukti Sari, Waryono, menyampaikan kebanggaannya atas pencapaian penemuan masak tanpa gas LPG.
“Ini adalah bukti nyata bahwa masyarakat desa kami dapat mewujudkan kemandirian energi. Kami berharap pengalaman Mukti Sari dapat menjadi contoh dan menginspirasi desa-desa lain,” ujarnya.
Desa ini berhasil mengubah tantangan limbah menjadi peluang ekonomi. Pendekatan eco-localism, yakni memanfaatkan potensi lokal secara berkelanjutan, telah menjadikan Mukti Sari sebagai pionir energi terbarukan berbasis masyarakat.
Manager CID PHR, Iwan Ridwan Faizal, menambahkan bahwa program DEB ini merupakan bagian dari komitmen Pertamina dalam mendukung prinsip ESG (Environmental, Social and Governance).
“Program DEB Muktisari Community telah mengembangkan biogas dari kotoran hewan sebagai sumber energi alternatif dan meningkatkan nilai ekonomi masyarakat,” jelasnya.
Apa yang dilakukan Mukti Sari menjadi bukti bahwa transisi energi tak harus dimulai dari kota besar. Dari desa kecil pun, perubahan besar bisa tercipta. Kuncinya? Kolaborasi, inovasi, dan tekad kuat untuk menjaga bumi.
(Hafidah Rismayanti/Usk)