BANDUNG, TEROPONGMEDIA.ID — Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mendorong badan usaha swasta yang bergerak pada bisnis SPBU di Tanah Air untuk segera merealisasikan kerja sama bisnis dengan PT Pertamina perihal pengadaan stok BBM base fuel.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Dirjen Migas) Kementerian ESDM, Laode Sulaeman, mengungkapkan saat ini baru Vivo yang telah sepakat dengan Pertamina.
“Kabarnya kemarin kan (baru Vivo yang setuju) ya. Yang lain masih proses negosiasi,” ungkap Laode.
Untuk mempercepat realisasi komitmen, Kementerian ESDM terus melakukan dorongan kepada pihak swasta. Bahkan, kementerian melalui Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi kerap mengirim surat kepada seluruh badan usaha SPBU swasta.
Baca Juga:
ESDM Minta SPBU Swasta Ajukan Kuota Impor BBM 2026 Mulai Oktober
ESDM Bekukan 190 Izin Tambang, Perusahaan Lalai Setor Dana Reklamasi dan Pascatambang
Diketahui, Pertamina Patra Niaga (PPN) menjalin kerja sama business to business (B2B) dengan badan usaha swasta PT Vivo Energy Indonesia (Vivo) untuk pemenuhan kebutuhan BBM base fuel. Dari total kargo impor 100.000 barel (MB) yang ditawarkan, Vivo menyerap 40 MB guna melayani konsumennya.
Laode menyebut kerja sama ini dilakukan dengan semangat transparansi dan tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance). PPN dan Vivo berkomitmen menjaga ketersediaan BBM, menjamin distribusi energi, serta meningkatkan pelayanan kepada masyarakat.
Adapun, mekanisme penyediaan pasokan kepada Vivo dilakukan dengan prosedur sesuai aturan yang berlaku. Tahap selanjutnya, PPN dan Vivo akan melaksanakan uji kualitas serta kuantitas produk BBM menggunakan surveyor yang telah disepakati bersama.
Sementara itu, empat badan usaha swasta lainnya masih berkoordinasi dengan kantor pusat masing-masing terkait mekanisme serupa. Laode menjamin, apabila seluruh badan usaha swasta lainnya seperti Shell menyetujui kerja sama pengadaan BBM base fuel, maka isu kelangkaan stok di SPBU swasta akan terselesaikan.
“Kalau kita targetkan sebenarnya (mulai normal) tergantung dari proses negosiasinya. Kalau kementeriannya tinggal monitor saja,” pungkasnya. (usamah kustiawan)