BANDUNG, TEROPONGMEDIA.ID — Kasus dugaan pencabulan yang menyeret seorang ustad berinisial MR (52) di Bekasi akhirnya terungkap. Pria yang menjabat sebagai Ketua Forum Pembela Alim Ulama (FPAU) itu diduga melakukan pelecehan terhadap anak angkatnya, ZA (22), sejak korban masih duduk di kelas 2 SMP hingga berkuliah.
Tidak hanya ZA, keponakannya, SA (21), juga menjadi korban dengan pengalaman serupa sejak ia masih duduk di bangku kelas 6 SD. Kedua korban kemudian memberanikan diri melapor ke Polres Metro Bekasi pada 7 Juli 2025.
Keluarga pendamping korban, MA (24), menyebut tindakan MR telah menimbulkan dampak serius terhadap kondisi psikologis para korban.
“Salah satu korban didiagnosis post-traumatic demoralization syndrome (PTDS) dan rutin berobat ke psikolog. Saat menceritakan kembali kejadian, sering ada bagian yang hilang seperti memori loss,” kata MA, memgutip beritasatu, Jumat (26/9/2025).
MA menjelaskan, ZA pernah melarikan diri ke rumah temannya di Cikarang karena tidak sanggup lagi menanggung perlakuan pelaku. Saat menceritakan hal tersebut kepada SA, keduanya baru menyadari bahwa mereka sama-sama menjadi korban.
Namun, upaya melapor ke keluarga besar justru berujung ironi. Alih-alih mendapat dukungan, korban malah disalahkan. Bahkan, istri pelaku yang pernah memergoki MR berbuat cabul, justru menuding ZA sebagai pihak yang bersalah.
“Reaksi ibu angkatnya justru menyalahkan korban ZA. Dia memukul, menendang, dan pernah mengancam akan mengusir korban dari rumah,” ungkap MA.
MR yang dikenal sebagai ustad sekaligus tokoh masyarakat berpengaruh di Bekasi membuat para korban enggan bersuara karena takut tidak akan dipercaya.
Baca Juga:
Pimpinan Rumah Tahfidz Tasikmalaya Divonis 15 Tahun Penjara dalam Kasus Pencabulan Santri
5 Perempuan di Bekasi Jadi Korban Pencabulan Tukang Pijat Usia 73 Tahun
Saat ini, kasus tersebut telah masuk tahap penyidikan. MR resmi ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan di Polres Metro Bekasi.
Kasat Reskrim Polres Metro Bekasi, AKBP Agta Bhuana Putra, menjelaskan tersangka dijerat dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual serta Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak. Agta menambahkan, proses pengungkapan perkara ini tidaklah mudah mengingat aksi pelaku berlangsung sejak lama.
(Virdiya/Budis)