BANDUNG,TEROPONGMEDIA.ID — Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyatakan akan mengoptimalkan kebijakan perpajakan aset kripto sebagai salah satu upaya untuk menambah penerimaan negara.
Mengutip Antara Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak, Yon Arsal, menjelaskan dalam webinar Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI), Jakarta, Selasa (26/8). Ia menyebutkan bahwa terdapat perubahan regulasi perpajakan aset digital melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 50 Tahun 2025.
Baca Juga:
Sistem ITCS di Jakarta, Bisa Deteksi Kendaraan Nunggak Pajak dan belum Uji Emisi!
Perubahan ini didasarkan pada peralihan pengawasan aset kripto dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Yon Arsal menjelaskan beberapa perubahan utama dalam skema pajak kripto:
Pembebasan PPN
Transaksi aset kripto di platform resmi kini bebas Pajak Pertambahan Nilai (PPN), karena aset digital diperlakukan setara dengan surat berharga.
Penyesuaian PPh 22 Final
- Transaksi melalui Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PPMSE) dalam negeri dikenai tarif 0,21%.
- Transaksi melalui PPMSE luar negeri atau penyetoran mandiri dikenakan tarif lebih tinggi, yakni 1%.
Penambang Kripto (Miner) Mulai tahun fiskal 2026, penambang kripto tidak lagi dikenai PPh 22 final, melainkan mengikuti ketentuan tarif umum.
“Kalau sebelumnya kripto dikenai dua jenis pajak, PPh dan PPN karena dianggap komoditas di bawah Bappebti, sekarang aset digital disetarakan dengan instrumen keuangan lain sehingga administrasi perpajakannya berbeda,” ujar Yon Arsal.
Sebelumnya, saat kripto masih dianggap komoditas, PPh 22 final ditetapkan 0,1% untuk transaksi melalui exchange terdaftar di Bappebti dan 0,2% untuk yang tidak terdaftar. Sementara PPN dikenakan masing-masing 0,11% dan 0,22%.
Dengan status barunya, Yon Arsal berharap pajak kripto dapat memberikan kontribusi lebih optimal terhadap penerimaan negara. Berdasarkan data OJK, total nilai transaksi aset kripto sepanjang Januari–Juni 2025 tercatat sebesar Rp224,11 triliun. Namun, khusus pada Juni 2025, nilainya turun menjadi Rp32,31 triliun, turun 34,82% dibanding Mei 2025 yang mencapai Rp49,57 triliun. (usamah kustiawan)