Bandung, Suarmahasiswa
Ketika dua raksasa ekonomi dunia, Tiongkok dan Amerika Serikat, saling beradu dalam sengitnya persaingan dagang, siapa yang paling dirugikan? Bukan hanya mereka yang ada di puncak piramida ekonomi global, tetapi negara-negara kecil, seperti Indonesia, yang harus menanggung akibatnya. Sementara para pemimpin dunia berbicara soal tarif dan kebijakan proteksionisme, dampaknya merembet hingga ke lapisan paling bawah: kehidupan sehari-hari masyarakat biasa.
Dunia tidak pernah benar-benar seimbang ketika dua kekuatan besar saling bersaing. Persaingan dagang antara Tiongkok dan Amerika Serikat telah menciptakan gelombang ketidakpastian yang meluas ke berbagai penjuru dunia, termasuk negara-negara berkembang. Tanpa menjadi pihak yang terlibat langsung, negara-negara seperti Indonesia turut merasakan dampaknya dari harga komoditas yang berfluktuasi hingga ketergantungan pada rantai pasok global yang terganggu. Dalam hal ini, menjadi kecil bukan berarti tidak terdampak.
Seperti yang diungkapkan oleh Joseph Stiglitz, ekonom pemenang Nobel, “Ekonomi dunia yang tidak seimbang hanya menguntungkan negara besar, sementara negara kecil akan merasa dampaknya melalui ketidakstabilan harga dan ketegangan perdagangan yang mengganggu ekonomi domestik mereka.” Stiglitz mengingatkan bahwa kebijakan perdagangan internasional yang ditetapkan oleh negara besar sering kali merugikan negara kecil, yang sangat bergantung pada perdagangan global.
Negara Kecil di Persimpangan
Di tengah persaingan dagang antara Tiongkok dan Amerika Serikat, Indonesia menghadapi dilema besar. Tiongkok menawarkan peluang melalui Belt and Road Initiative (BRI) yang mengarah pada pembangunan infrastruktur, sementara Amerika Serikat tetap menjadi mitra dagang utama dengan pasar yang luas. Namun, pilihan antara kedua kekuatan ini lebih dari sekadar soal ekonomi ini adalah soal politik luar negeri yang cermat. Indonesia, dengan strategi non-bloknya, berusaha menjaga keseimbangan, meskipun ketegangan global sering kali memaksanya untuk membuat pilihan sulit antara dua kekuatan besar.
RCEP, IPEF, dan Strategi Non-Blok: Dampak Bagi Rakyat Kecil
Dampak ketegangan perdagangan ini tidak hanya terasa di kantong para pebisnis besar, tetapi juga langsung menggerus daya beli masyarakat. Kenaikan harga bahan pokok, tarif ekspor yang menghambat pasar, hingga fluktuasi harga komoditas membuat hidup semakin sulit bagi banyak keluarga. Bagi mereka yang bekerja di sektor tradisional seperti pertanian dan perikanan, ini adalah ujian besar. Apalagi bagi mereka yang sudah terhimpit dengan biaya hidup yang tinggi dan upah yang tidak sebanding.
Keikutsertaan Indonesia dalam perjanjian perdagangan seperti RCEP dan IPEF tidak hanya menguntungkan sektor besar, tetapi juga berdampak langsung pada kehidupan masyarakat kecil. Kenaikan tarif impor akibat ketegangan dagang antara Tiongkok dan Amerika Serikat bisa membuat harga barang kebutuhan pokok melambung tinggi. Sektor-sektor tradisional, seperti pertanian dan perikanan, juga merasakan dampak dari fluktuasi harga komoditas global yang mempengaruhi daya beli mereka. Meski Indonesia mengedepankan strategi non-blok, ketergantungan pada pasar global membuat rakyat kecil sering kali menjadi pihak yang paling rentan menghadapi ketidakpastian ekonomi dunia.
Sebagai penulis, saya merasa bahwa tantangan yang ditimbulkan oleh ketegangan perdagangan global ini seharusnya menjadi perhatian serius bagi kita semua.
Ada beberapa langkah yang perlu diambil, baik oleh masyarakat maupun pemerintah, untuk mengurangi dampaknya:
1. Diversifikasi Pendapatan (Masyarakat):
Masyarakat perlu mulai mengembangkan keterampilan baru dan mencari sumber pendapatan alternatif, seperti UMKM, untuk mengurangi ketergantungan pada sektor yang terpengaruh ketegangan global.
2. Meningkatkan Literasi Keuangan (Masyarakat):
Penting bagi kita sebagai masyarakat untuk memahami ekonomi dan keuangan, agar bisa mengelola pengeluaran dengan bijak dan mengantisipasi fluktuasi harga yang bisa merugikan.
3. Penguatan Kebijakan Perlindungan Sosial (Pemerintah):
Pemerintah perlu memperkuat program perlindungan sosial, seperti subsidi bahan pokok dan bantuan tunai, untuk melindungi masyarakat dari dampak inflasi dan ketidakpastian ekonomi.
4. Memperkuat Industri Lokal (Pemerintah):
Pemerintah seharusnya fokus pada pengembangan industri lokal dan diversifikasi ekonomi untuk mengurangi ketergantungan pada pasar global yang rentan terhadap fluktuasi.
5. Diplomasi Ekonomi yang Cermat (Pemerintah):
Pemerintah harus terus menjaga keseimbangan dalam hubungan dagang internasional, memastikan kebijakan luar negeri yang mengedepankan strategi non-blok, demi menjaga kedaulatan ekonomi Indonesia.
Jack Ma, pendiri Alibaba Group, menyatakan, “Globalisasi adalah pedang bermata dua. Di satu sisi, ini membuka peluang besar bagi bisnis dan negara berkembang, tetapi di sisi lain, jika tidak hati-hati, bisa menjadi ancaman yang besar bagi negara kecil.”
Pernyataan ini menggambarkan bagaimana negara kecil seringkali terjebak dalam ketegangan yang terjadi antara dua kekuatan besar ini, tanpa banyak ruang untuk bertindak.
Dilema yang dihadapi oleh negara kecil seperti Indonesia dalam menghadapi ketegangan perdagangan global antara Tiongkok dan Amerika Serikat membutuhkan kebijakan yang bijak dan cermat. Negara-negara besar mungkin akan selalu mendominasi, tetapi Indonesia harus tetap mengedepankan kepentingan rakyat kecil dengan memastikan bahwa kebijakan yang diambil berkelanjutan dan inklusif. Sebagai negara yang mengusung strategi non-blok, Indonesia harus tetap menjaga independensinya dalam menghadapi tantangan global yang terus berubah.
Artikel ini ditulis oleh Lidya Srinita Ginting, seorang mahasiswa manajemen di Universitas Indonesia Membangun. Saya tertarik pada isu ekonomi global dan dampaknya terhadap negara berkembang, serta berfokus pada kebijakan perdagangan internasional dan pengaruhnya terhadap negara kecil seperti Indonesia. Saya berharap artikel ini dapat memberikan wawasan baru mengenai tantangan yang dihadapi negara kecil dalam ketegangan perdagangan global serta langkah-langkah yang perlu diambil untuk menjaga stabilitas ekonomi domestik.