BANDUNG, TEROPONGMEDIA.ID — UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) memegang peranan penting dalam perekonomian di Indonesia. Pada saat ini, perkembangan bisnis kuliner di Indonesia bisa di katakan cukup pesat, karena kuliner merupakan kebutuhan sehari-hari.
Namun, seiring berjalannya waktu, kuliner tidak hanya menjadi suatu produk konsumsi saja. Melainkan kuliner sudah menjadi gaya hidup masyarakat. Mulai dari usaha kuliner yang hanya sekedar warung kecil di pinggir jalan,
warung makan, UMKM hingga restoran besar.
Daerah Jawa Barat merupakan salah satu wilayah yang memiki UMKM yang banyak dan tersebar di seluruh wilayah untuk membuka dan memperluas peluang dalam kesempatan bekerja. Salah satu kuliner yang mulai banyak dijumpai di Bandung adalah angkringan, yang berasal dari Jawa Tengah dan Yogyakarta.
Meskipun bukan berasal dari budaya lokal Sunda, angkringan berhasil diterima oleh masyarakat Bandung karena harganya yang murah dan terjangkau dan cita rasa yang unik. Angkringan dikenal dengan sajian seperti nasi kucing, aneka sate, minuman hangat dan lai-lain.
Konsepnya yang merakyat dan suasananya yang santai menjadikan angkringan sebagai tempat makan alternatif sekaligus ruang untuk mengobrol bagi berbagai kalangan, mulai dari mahasiswa, pekerja, hingga wisatawan.
Namun, ditengah pesatnya perkembangan di era digital, angkringan sebagai pelaku UMKM menghadapi tantangan besar dalam mempertahankan eksistensinya. Perubahan perilaku konsumen yang kini lebih bergantung pada media sosial, aplikasi pesan antar makanan, dan platform digital yang menuntut pelaku usaha untuk beradaptasi.
Disinilah pentingnya strategi komunikasi pemasaran yang tepat, tidak hanya untuk memperkenalkan produk, tetapi juga untuk membangun citra merk yang kuat di tengah persaingan.
Dalam menjalankan komunikasi pemasaran, tentu perusahaan harus memiliki strategi supaya segala rencana yang ditentukan sebelumnya dapat tercapai. Setiap pelaku usaha memiliki strategi untuk membuat usahanya dapat dikenal konsumen.
Strategi yang baik akan memberikan keuntungan bagi umkm tersebut. Dengan begitu perkembangan bisnis di bidang kuliner semakin pesat di seluruh wilayah Indonesia dan banyak pelaku usaha membuka usaha di bidang
kuliner yaitu Angkringan.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif dengan metode pendekatan yang menekankan percakapan santai namun bermakna dalam suasana informal.
Dalam konteks ini, metode tersebut digunakan untuk menggali pengalaman dan pandangan pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), khususnya pemilik Angkringan Semar mengenai proses merintis usaha, tantangan awal, dan strategi pengenalan usaha kepada masyarakat.
Data dikumpulkan melalui wawancara langsung dengan pemilik angkringan yang menjadi informan utama dalam penelitian ini. Wawancara dilakukan dalam suasana santai di lokasi angkringan guna menciptakan kenyamanan, sehingga informan dapat menceritakan pengalaman usahanya secara terbuka dan mendalam.
Informan dipilih secara purposive yakni dengan pertimbangan bahwa mereka merupakan pelaku UMKM yang sedang menjalankan usaha kuliner baru. Dalam hal ini, Angkringan Semar merupakan usaha yang masih dalam tahap perintisan, dan saat ini baru dikenal melalui jaringan keluarga dan teman dekat.
Belum ada penggunaan media sosial secara aktif untuk promosi, namun hal ini direncanakan sebagai bagian dari pengembangan usaha ke depan.
Seluruh proses wawancara direkam (dengan persetujuan informan), ditranskrip, dan dianalisis secara kualitatif deskriptif yaitu dengan membaca dan memahami narasi yang disampaikan, mengidentifikasi tema-tema penting seperti strategi promosi awal, kendala dalam perintisan, dan rencana pengembangan, lalu menarik kesimpulan yang menggambarkan dinamika awal membangun UMKM berbasis lokal.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Angkringan Semar berlokasi di JL. Taman Citarum Kota Bandung tepatnya di samping SMAN 20 Bandung. Setelah melakukan wawancara dengan Bapak Andian dan Bapak Diki, selaku founder UMKM Angkringan Semar yang berdiri pada tanggal 15 April 2025.
Usaha ini memiliki visi mempromosikan makanan khas Jawa, namun dikemas dalam suasana “Teras Sunda”. Produk yang dijual sangat beragam, seperti Nasi Kucing, Kepala Ayam, Usus Ayam, Tahu Bacem,
Tempe Bacem, Ceker dan Kikil. Tersedia juga berbagai minuman termasuk Wedang Jahe.
Menu harga di Angkringan Semar tergolong murah, yakni mulai dari Rp.2000 hingga Rp.6000, menjadikan Angkringan Semar sangat ramah di kantong.
Konsep usaha ini tidak hanya menjual makanan, tetapi juga menciptakan suasana yang nyaman untuk kalangan anak muda atau komunitas yang suka nongkrong di malam hari. Mengingat jam operasionalnya dimulai pukul 18.00 hingga 23.00.
Dalam proses pemasaran, Angkringan Semar memulai dari lingkungan terdekat seperti teman dan keluarga. Namun, seiring perkembangan teknologi, mereka juga memanfaatkan media sosial sebagai alat promosi utama.
Platform seperti Instagram, Facebook dan TikTok menjadi sarana untuk memperkenalkan produk dan menarik pelanggan baru. Strategi ini sesuai dengan pendapat Kotler dan Keller (2016) bahwa media sosial kini menjadi saluran penting dalam pemasaran digital karena jangkauannya yang luas dan biayanya yang relatif terjangkau.
Selain itu, media sosial juga memberi kesempatan untuk menciptakan kedekatan antara pelaku usaha dan konsumen melalui konten yang menarik. Manajemen di Angkringan Semar berfokus pada tiga aspek utama yaitu
peningkatan kualitas produk, pelayanan yang baik dan strategi promosi.
Ketiga hal ini sangat penting dalam membangun kepercayaan dan loyalitas konsumen, terutama dalam persaingan UMKM di era digital. Pendekatan ini sejalan dengan konsep bauran pemasaran (marketing mix) yang
terdiri dari 7P yaitu price, place, promotion, people, process dan physcal evidence.
Ketika aspek kualitas dan pelayanan dijaga dengan baik, maka konsumen akan mendapatkan pengalaman yang positif dan membuat mereka ingin kembali. Sebagai usaha yang tergolong baru, Angkringan Semar menghadapi beberapa tantangan, terutama dalam hal eksposur atau jaungkauan pasar.
Baca Juga:
Kekuatan Teh Poci dan Media Sosial: Strategi untuk Menyentuh Rasa dan Meningkatkan Penjualan
Selain itu, keterbatasan komunitas atau mitra kerja juga menjadi hambatan dalam menyebarluaskan promosi secara lebih luas. Untuk mengatasi hal ini, mereka lebih aktif di media sosial sebagai alternatif komunitas pemasaran.
Pemanfaatan media digital ini cukup tepat karena menurut laporan We Are Social (2023) lebih dari 70% masyarakat Indonesia menggunakan media sosial untuk mencari informasi produk sebelum mereka melakukan pembelian.
Angkringan Semar memiliki rencana pengembangan jangka panjang yang cukup ambisius. Untuk ke depannya, para pemilik Angkringan Semar berharap bisa membuka kedai di setiap kecamatan, sehingga produk-produk khas Jawa mereka bisa menjangkau pasar yang lebih luas.
Langkah ini menunjukkan bahwa Angkringan Semar memiliki visi berkembang secara sistematis, dan apabila dibarengi dengan perencanaan operasional dan manajemen yang baik, maka peluang keberhasilan ekspansi akan semakin besar.
Penulis:
Universitas Indonesia Membangun (Inaba)
- Cynara Parahita Zaelanti Putri
- Dea Nanda Triwahyuni
- Rahma Nurlita Afniyah
- Rafa Putri Fauzi