BANDUNG, TEROPONGMEDIA.ID — Strategi bisnis “Purple Cow/ Sapi Ungu”, yang diperkenalkan oleh Seth Godin, mendorong perusahaan untuk tidak hanya bersaing dalam pasar yang padat, tetapi untuk menjadi terobosan atau fenomena yang menarik perhatian pasar.
Konsep ini menekankan pentingnya inovasi, keberanian untuk berbeda, dan fokus pada keunikan sebagai cara untuk menciptakan keunggulan kompetitif yang berkelanjutan. Dalam dunia bisnis yang kompetitif, menjadi “cukup baik” bukan lagi jaminan untuk bertahan hidup, akan tetapi menjadi luar biasa atau istimewa (remarkable) yang diperlukan.
Seth Godin, seorang pemikir bisnis dan pemasaran, memperkenalkan konsep “Purple Cow/ Sapi Ungu” sebagai sebuah strategi untuk menjadi luar biasa dan menonjol di antara kerumunan. “Purple Cow/ Sapi Ungu” mengacu pada produk baik barang maupun layanan, atau brand yang sangat unik dan berbeda, sehingga menarik perhatian dan mendorong konsumen untuk membicarakannya. Ide utamanya adalah bahwa dalam dunia yang penuh dengan kompetisi, menjadi berbeda atau unik adalah kunci untuk menarik perhatian dan memenangkan pasar. Hanya bisnis yang remarkable yang akan benar-benar diingat oleh konsumen.
“Purple Cow/ Sapi Ungu” merupakan metafora untuk produk barang atau layanan yang sangat luar biasa, sehingga konsumen tidak dapat mengabaikannya. Ide utamanya adalah bagaimana produk barang atau layanan harus menonjol secara signifikan dari kompetitor/ pesaing lain yang ada di pasar. Perusahaan harus mampu menghadirkan sesuatu yang baru atau berbeda secara radikal sehingga mengubah cara konsumen melihat atau memahami solusi yang diberikan. Selain itu, harus dapat membangun daya tarik yang begitu kuat sehingga konsumen merasa perlu untuk berbagi pengalaman mereka dengan orang lain.
Beberapa perusahaan di Indonesia telah berhasil menerapkan strategi “Purple Cow/ Sapi Ungu” dengan cara yang kreatif dan efektif. Perusahaan rintisan atau Start-Up seperti Go-Jek, Tokopedia, Traveloka, dan Kopi Kenangan telah berhasil mengimplementasikan Strategi “Purple Cow/ Sapi Ungu” dalam proses bisnisnya.

Go-Jek (sekarang GoTo), sejak awal, berhasil mengubah paradigma layanan transportasi dan pengiriman dengan menawarkan layanan yang lebih dari sekadar transportasi biasa untuk manusia. Mereka menambahkan berbagai layanan lain seperti pengantaran makanan, belanja, dan bahkan layanan keuangan, yang membuat mereka menjadi “Purple Cow/ Sapi Ungu” dalam industri yang padat. Tokopedia menghadirkan platform e-commerce yang tidak hanya menawarkan produk jual dan beli biasa, tetapi juga memfasilitasi jual-beli dari UKM dan UMKM lokal.
Hal ini tidak hanya meningkatkan aksesibilitas produk bagi konsumen, tetapi juga mendukung pertumbuhan ekonomi lokal, yang menjadi poin unik (Purple Cow/ Sapi Ungu) dalam pasar e-commerce yang kompetitif di Indonesia. Traveloka memulai sebagai situs pencarian tiket pesawat, lalu bertransformasi menjadi platform gaya hidup digital, dimana didalamnya termasuk hotel, tiket konser, bahkan pembelian pulsa. Kemampuan mereka membaca kebutuhan konsumen dan memperluas cakupan layanan menjadikannya berbeda dari pemain lokal lainnya.
Kopi Kenangan sebagai perusahaan minuman yang cepat berkembang ini tidak hanya menawarkan minuman kopi berkualitas tinggi, tetapi juga memberikan pengalaman yang unik melalui desain outlet mereka yang estetis dan program loyalitas yang inovatif. Kopi Kenangan dengan cepat menjadi populer dan dianggap sebagai “Purple Cow/ Sapi Ungu” di antara waralaba kopi lainnya di Indonesia. Sebaliknya, banyak perusahaan yang gagal beradaptasi dan tidak mampu tampil berbeda atau menjadi “Sapi Ungu (Purple Cow)” di tengah perubahan pasar yang sangat cepat.
Hero Supermarket pernah menjadi salah satu pelopor ritel modern di Indonesia. Namun, ketidakmampuan untuk berinovasi dan menyesuaikan diri dengan tren belanja masyarakat (seperti belanja online dan gaya hidup hemat) membuatnya kalah bersaing dengan pemain baru seperti Alfamart, Indomaret, dan e-commerce seperti Tokopedia dan Shopee. Hero tidak memiliki keunikan yang remarkable di mata konsumen baru.
Batik Keris, meskipun keberadaannya masih eksis, Batik Keris mengalami kemunduran di segmen pasar anak muda karena tidak cukup menonjolkan diferensiasi dibanding brand seperti Danar Hadi atau bahkan brand batik baru seperti Batik Kultur. Kurangnya inovasi dalam desain modern dan pendekatan pemasaran yang konservatif membuatnya kehilangan daya tarik di generasi milenial.
Ramayana Department Store pernah menjadi raja ritel fashion murah meriah. Namun, karena tidak mengikuti tren digitalisasi, personalisasi pengalaman pelanggan, serta gaya hidup urban generasi muda, beberapa gerainya harus ditutup. Mereka gagal menjadi “Purple Cow/ Sapi Ungu” di tengah gempuran e-commerce dan brand fast fashion yang lebih menarik.
Strategi “Purple Cow/ Sapi Ungu” dapat menciptakan diferensiasi yang kuat di pasar yang padat, menarik perhatian konsumen dengan cara yang tidak biasa, dan membangun brand awareness yang kuat. Menerapkan strategi ini memerlukan inovasi yang berkelanjutan, risiko yang diambil harus dipertimbangkan dengan baik, dan perusahaan harus siap untuk beradaptasi dengan cepat terhadap perubahan dalam persepsi konsumen di pasar.
Strategi bisnis “Purple Cow/ Sapi Ungu” memberikan pandangan baru tentang bagaimana inovasi dan keberanian untuk berbeda dapat menjadi kunci sukses dalam dunia bisnis yang kompetitif. Inovasi bukan sekadar teknologi, tetapi tentang menciptakan sesuatu yang menonjol dan membuat orang tertarik. Konsistensi dalam keunikan adalah kunci, bukan hanya diferensiasi sesaat.
Strategi “Purple Cow/ Sapi Ungu” bukan sekadar teori pemasaran, tetapi sebuah filosofi bisnis yang mendorong perusahaan untuk berpikir radikal, kreatif, dan berani. Di Indonesia, perusahaan seperti Go-Jek, Kopi Kenangan, Tokopedia, dan Traveloka membuktikan bahwa menjadi luar biasa adalah fondasi kesuksesan jangka panjang.
Sebaliknya, perusahaan seperti Hero, Batik Keris, dan Ramayana menjadi contoh nyata bahwa tanpa inovasi dan keunikan, bisnis bisa kehilangan relevansi. Di era sekarang, hanya yang remarkable yang akan bertahan dan tumbuh. Perusahaan yang tidak berani berubah dan tampil beda akan tenggelam, meskipun dulunya pemain besar.
Penulis: Rektor Universitas INABA, Dr. Mochammad Mukti Ali, S.T., M.M.