BANDUNG, TEROPONGMEDIA.ID — Media sosial bukan lagi sekedar alat komunikasi, melainkan telah menjelma menjadi ruang hidup kedua bagi banyak remaja. Dari bangun tidur hingga kembali memejamkan mata, notifikasi, komentar, dan unggahan menjadi bagian tak terpisahkan dari keseharian mereka.
Namun, di balik kemudahan dan konektivitas yang ditawarkan, tersembunyi berbagai tantangan yang bisa memengaruhi cara berpikir, bersikap, dan berinteraksi anak muda. Inilah yang mendorong dilaksanakannya seminar bertajuk “Sosmed Asik Tanpa Panik: Ngomongin Etika Bareng Gen Z”, sebagai bentuk kepedulian terhadap pembangunan karakter generasi muda di ruang digital.
Dalam seminar yang menyasar siswa SMA dan SMK ini, peserta diajak untuk melihat kembali bagaimana mereka menggunakan media sosial, bukan hanya sebagai pengguna aktif, tetapi juga sebagai pribadi yang memiliki tanggung jawab moral dan sosial.
Hanafi membuka materinya dengan menyoroti fakta bahwa penyalahgunaan media sosial di kalangan remaja kian meningkat, mulai dari cyberbullying, penyebaran hoaks, hingga perilaku oversharing yang tanpa sadar dapat membahayakan diri sendiri maupun orang lain.
Lebih dari sekedar memberi larangan atau daftar ‘jangan’, seminar ini menekankan pentingnya nilai-nilai etis seperti kejujuran, tanggung jawab, kesopanan, empati, dan penghargaan terhadap privasi. Nilai-nilai tersebut bukan hanya berlaku dalam dunia nyata, tetapi justru menjadi semakin krusial di ruang digital yang sering kali minim pengawasan.
“Kita harus mulai membiasakan berpikir sebelum berkomentar atau membagikan sesuatu. Tanyakan pada diri sendiri: apakah ini benar? Apakah ini perlu? Apakah ini bisa melukai orang lain?”.
Peserta juga dibekali dengan berbagai contoh nyata pelanggaran etika digital, seperti menyebarkan video pribadi tanpa izin, menghina di kolom komentar, hingga menyebarkan ujaran kebencian. Tidak hanya menyadarkan, sesi ini juga membekali siswa dengan langkah-langkah preventif melalui prinsip “Think Before You Share”, serta mendorong mereka menjadi bagian dari gerakan digital positif seperti kampanye sosial, edukasi daring, dan konten inspiratif.
Melalui gaya komunikasi yang ringan dan dekat dengan keseharian remaja, seminar ini tidak hanya menyampaikan materi, tapi juga membuka ruang refleksi. Para peserta diajak untuk mengevaluasi ulang perilaku mereka di media sosial: apakah sudah menghargai orang lain, atau justru ikut memperburuk ekosistem digital?
Seminar “Sosmed Asik Tanpa Panik” menjadi bukti bahwa membangun karakter tidak berhenti di dalam kelas. Karakter juga tumbuh di kolom komentar, dalam unggahan Instagram, atau bahkan di pesan singkat grup kelas. Maka, pembekalan etika digital bagi remaja bukan hanya penting tapi mendesak.
Dengan adanya kegiatan seperti ini, diharapkan para siswa tak hanya menjadi pengguna media sosial yang cakap secara teknis, tapi juga bijak secara moral. Karena sejatinya, jejak digital adalah cerminan dari siapa kita. Di tengah derasnya arus informasi, etika adalah jangkar yang menjaga kita tetap manusiawi.
Penulis:
Dosen Ilmu Komunikasi UNIBI, Hanafi, S.I.P., M.I.Kom